BISNIS.COM, JAKARTA— Presiden Komisaris PT Graha Buana Cikarang Tanto Kurniawan yang mengembangkan area residensial di Kota Mandiri Jababeka, Cikarang, menuturkan bank biasanya memiliki tim sendiri untuk menaksir harga rumah yang akan dibiayai dan hanya bersedia membiayai sesuai dengan hasil taksiran tim tersebut.
”Misalnya, harga rumah dari pengembang Rp900 juta, ternyata tim dari bank menaksir harganya hanya Rp700 juta. Maka, jika bunga yang disepakati adalah 30%, bank hanya akan membiayai 70% dari Rp700 juta itu,” paparnya beberapa waktu lalu.
Di luar uang muka, ada sejumlah biaya tambahan yang harus disiapkan sebelum mengambil KPR. Biasanya, bank membebankan biaya provisi, administrasi, dan notaris kepada calon debitur.
Di samping itu, ada beberapa pajak yang harus diperhitungkan pula antara lain bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar 5%, biaya balik nama sertifikat, Akta Pemberian hak tanggungan (APHT), dan akta pengakuan utang serta perjanjian kredit.
Prinsip utama dalam membeli properti adalah lokasi. Hal ini merupakan sesuatu yang wajib diperhitungkan calon pembeli berikut reputasi pengembang yang dipilih.
Bank ketika melakukan penilaian terhadap calon debitur, pada umumnya juga mempertimbangkan lokasi properti yang dipilih dan harga yang ditawarkan pengembang kepada konsumen.
Secara umum, investasi properti dengan menggunakan KPR/KPA ini cukup dapat diandalkan. Beny Raharjo, Direktur QmFinancial menuturkan dengan menggunakan skema ini, investor bisa mengalokasikan dananya ke sektor lain.
“Kalau menggunakan KPA, investor bisa menggunakan sisa uangnya untuk berinvestasi di sektor lain seperti emas atau reksadana. Cicilannya toh masih bisa tertutupi oleh pendapatan dari sewa jika properti itu disewakan,” paparnya beberapa waktu lalu. (ltc)