BISNIS.COM, JAKARTA--Pemerintah menggandeng kalangan swasta untuk meningkatkan merehabilitasi lebih dari 1 juta hektar ekosistem mangrove yang rusak di seluruh Indonesia.
Direktur Pesisir dan Kelautan Dirjen KP3K Kementerian Kelautan dan Perikanan Eko Rudianto mengatakan hutan mangrove nasional terus berkurang dari tahun ke tahun akibat alih fungsi lahan, bencana, maupun perubahan iklim. Padahal hutan mangrove merupakan penopang ekosistem pesisir.
"Perlu rehabilitasi hutan mangrove secara bersama, supaya kerusakan pesisir bisa dikendalikan," ujar Eko dalam diskusi terkait kemitraan swasta dan pemerintah dalam mengamankan aset pesisir Indonesia melalui program CSR, Rabu (5/6/2013).
Dari sisi pemerintah, imbuhnya, KKP mengupayakan rehabilitasi kawasan pesisir melalui program desa pesisir. Saat ini, terdapat 66 desa binaan yang mengembangkan potensi ekonomi daerah sekaligus melakukan rehabilitasi kawasan mangrove.
Di selatan Jawa, kata Eko, dibutuhkan vegetasi pantai setebal 100 meter untuk mengurangi dampak apabila terjadi tsunami. Salah satu yang digarap dengan serius oleh KKP dan Pemda, yakni 20 hektare green belt di Pacitan, Jawa Timur.
"Anggaran penanggulangan risiko tsunami ini luar biasa, Rp1 triliun. Mayoritas untuk bangun shelter pengungsi oleh Kementerian PU. Untuk vegetasi pantai hanya Rp1 miliar," tuturnya.
Kepala Balai Pengelolaan Mangrove Wilayah I Kementerian Kehutanan Murdoko mengatakan Indonesia memiliki luasan mangrove paling luas di muka bumi. Luasannya mencapai 3,7 juta ha atau 20-26% dari luas hutan mangrove dunia.
"Sayangnya 29% atau 1,08 juta ha dalam kondisi rusak, dan 71% atau 2,67 juta ha kondisinya sedang dan baik," kata Murdoko.
Peran mangrove, kata Murdoko, jangan hanya dilihat dalam konteks nilai ekonomi. Namun yang lebih penting adalah aspek ekosistem yakni keseimbangan daratan dan lautan. "Sekarang ini yang sedang banyak dikembangkan itu rehabilitasi mangrove dengan pola pengelolaan wisata. Jadi tetap ada nilai ekonomisnya," tutur Murdoko.