BISNIS.COM, JAKARTA—DPR mendesak pemerintah menaikkan target pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN-P 2013 yang diusulkan sebesar 6,2% karena dinilai masih terlalu rendah.
Melchias Mekeng, Anggota Komisi XI Fraksi Partai Golkar, mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi biasanya lebih rendah dari proyeksi awal pemerintah.
“Tahun lalu, proyeksinya 6,5% tetapi realisasinya 6,2%. Kalau sekarang [proyeksi pertumbuhan ekonomi RAPBN-P 2013] 6,2%, nanti lebih rendah lagi realisasinya, berarti pemerintah tidak menjalankan roda pemerintahan agar ekonomi tumbuh baik. Saya usul target pertumbuhan 6,5%,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (28/5/2013).
Anggota Komisi XI Fraksi PDI-P Olly Dondokambey mengatakan pemerintah seharusnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi ke level yang lebih tinggi melalui optimalisasi kinerja APBN. Dia juga menyarankan agar pemerintah menaikkan target pertumbuhan ekonomi ke level 6,5%.
Nusron Wahid, Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, juga menilai target pertumbuhan ekonomi yang diajukan pemerintah terlalu rendah.
“Memang target 6,2% dari pemerintah itu terlalu rendah. Sebaiknya dinaikkan saja menjadi 6,3% sampai 6,5% lalu nanti kita cari titik temunya di mana,” ujarnya.
Anggota Komisi XI Fraksi Partai Demokrat Andi Timo Pangerang mendukung target pertumbuhan ekonomi yang diusulkan pemerintah dalam RAPBN-P 2013 sebesar 6,2%.
Dia mengatakan pertumbuhan ekonomi dunia tengah melambat sehingga Indonesia sebagai bagian komunitas global akan terkena dampaknya.
“Kita tidak bisa pasang angka yang lebih tinggi, misalnya lebih dari 6,8% atau sama dengan 6,8%. Kita ini bagian dari globalisasi. Menurut kami, 6,2% angka yang cocok,” ujarnya.
Meskipun mendapat desakan yang kuat, pemerintah tetap mempertahankan target pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN-P 2013 sebesar 6,2%.
“Penting sekali memberi sinyal bahwa angka yang diberikan pemerintah itu kredibel. Kalau target pemerintah tidak realistis, ini bisa menimbulkan persepsi pasar bahwa pemerintah tidak heads on pada persoalan yang ada,” kata Menteri Keuangan M. Chatib Basri dalam kesempatan yang sama.
Menkeu beralasan tren penurunan impor barang modal yang masih terjadi sampai sekarang menyebabkan timbulnya risiko perlambatan investasi di kuartal mendatang.
Padahal, lanjutnya, investasi menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi dalam negeri, selain konsumsi rumah tangga. “Impor barang modal itu leading indicator dari investasi kita. Impor barang modal kita sampai bulan terakhir pertumbuhannya minus 15%,” ujarnya.