BISNIS.COM, JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendesak presiden dan DPR segera membahas RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan sebagai bentuk keseriusan negara untuk melindungi dan menyejahterakan masyarakat nelayan.
Sejalan dengan FAO yang membahas intrumen perlindungan nelayan tradisional, RUU Perlindungan Nelayan telah menjadi Prioritas Program Legislasi Nasional 2010-2014, demikian siaran pers Kiara yang diterima Bisnis, Senin (20/5/2013).
Dengan masuknya RUU Perlindungan Nelayan ke dalam prioritas Prolegnas 2010-2014, DPR berperan penting untuk menyegerakan hadirnya negara melalui instrumen perlindungan nelayan tradisional di Indonesia yang jumlahnya lebih kurang 2,7 juta jiwa nelayan. Sebanyak 95,6% adalah nelayan tradisional yang beroperasi di sekitar pesisir pantai atau beberapa mil saja dari lepas pantai.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa mulai melakukan Konsultasi Teknis terhadap Pedoman Internasional untuk Keamanan dan Keberlanjutan Perikanan Skala Kecil yang akan berlangsung 20-24 Mei 2013 di Roma, Italia. Perwakilan Delegasi Republik Indonesia akan diwakili kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Konsultasi Teknis FAO yang akan berlangsung di Roma merupakan tindak lanjut dari konsultasi publik yang telah dilakukan Kiiara bekerja sama dengan Aliansi untuk Desa Sejahtera dan The International Collective in Support of Fishworkers (ICSF) di empat tempat. Konsultasi publik yang dilakukan bersama organisasi masyarakat sipil dan mitra kerja itu berlangsung di Mataram (Nusa Tenggara Barat), Surabaya (Jawa Timur), Banda Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam), dan Balikpapan (Kalimantan Timur).
Selain di Indonesia, pertemuan digelar di Amerika Latin dan Afrika yaitu Brazil, Costa Rica, El Salvador, Honduras, Pantai Gading, Kenya, Nicaragua, Panama, Senegal, Afrika Selatan, Tanzania, dan Uganda. Di Asia konsultasi dilakukan oleh Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam.
Untuk mematangkan pedoman tersebut, telah diadakan pertemuan yang diikuti jaringan kerja organisasi masyarakat sipil di tingkat Asia di Ilo Ilo, Filipina pada 22 September 2012. Pertemuan tersebut diikuti berbagai negara di Asia yaitu India, Pakistan, Sri Lanka, Filipina, Vietnam, Bangladesh, Myanmar, dan Malaysia.
Dari konsultasi publik yang dilakukan di Indonesia, dihasilkan dua poin rumusan perlindungan nelayan tradisional. Pertama, pemenuhan perlindungan dan pemenuhan hak-hak warga negara sebagaimana hak asasi manusia dalam hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, dan hak untuk berbudaya.
Kedua, pedoman perlindungan nelayan tradisional harus mencakup Hak-hak Nelayan Tradisional yang telah dirumuskan dan harus dilindungi melalui instrumen perlindungan nelayan. (mfm)