BISNIS.COM, JAKARTA—Pemerintah perlu menurunkan target penerimaan pajak dalam APBN-Perubahan (APBN-P) 2013 sebesar 5%-10% dari target APBN 2013 sebesar Rp1.042,3 triliun.
Purbaya Yudhi Sadewa, Ekonom Danareksa Research Institute, menilai target pajak yang ditetapkan dalam APBN 2013 sebesar Rp1.042,3 triliun tidak realistis karena masih menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,8%.
Dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2013 yang hanya sebesar 6,02%, Purbaya memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2013 hanya mencapai 6,2%.
“Perbandingannya dengan pertumbuhan 6,8% itu kan penerimaannya Rp1.042 triliun. Tetapi, perkiraannya kan pertumbuhan sekitar 6,2%, berarti perlu ada koreksi target [penerimaan pajak] 5%-10%, mungkin di kisaran Rp900-an triliun,” katanya di Kemenko, Selasa (14/5/2013).
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa enggan mengungkapkan usulan revisi target pajak yang diajukan pemerintah dalam RAPBN-P 2013.
“Nanti lah, nanti di DPR. Tentu ada koreksi, tetapi saya tidak usah ngomong berapa besarnya [usulan target penerimaan pajak dalam RAPBN-P 2013],” ujarnya.
Lebih lanjut, Purbaya mengatakan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia seharusnya bisa di kisaran 14%-15%.
Semenjak krisis ekonomi global yang melanda di akhir 2008, rasio pajak nasional belum pernah menyentuh 13%. Rasio pajak nasional bergerak secara fluktuatif semenjak 2009 sampai 2012, dengan rentang 11% pada 2009 hingga 12% pada 2012. Adapun dalam APBN 2013, rasio pajak nasional ditargetkan mencapai 12,86% terhadap PDB.
Sepanjang kuartal I/2013, penerimaan pajak mencapai 17,87% dari targetnya atau Rp186,3 triliun dari target Rp1.042,3 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan kuartal I/2012 yang mencapai 18,64% dari target APBN-P 2012 atau Rp165,05 triliun dari target Rp885,03 triliun.
Ditjen Pajak beralasan rendahnya biaya pengumpulan pajak [tax collection cost] menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya kinerja Ditjen Pajak dalam mengumpulkan pajak.
Chandra Budi, Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak, mengatakan biaya pengumpulan pajak di Indonesia 0,53%, lebih rendah dari standar internasional yang sebesar 1%. Selain itu, lanjutnya, rasio pegawai pajak terhadap jumlah penduduk yang terlalu besar juga menjadi masalah tersendiri dalam menaikkan rasio pajak nasional.
“Rasio pegawai pajak dibanding jumlah penduduk saat ini sampai 1:7.500 orang, jauh lebih besar dari Jerman yang hanya 1:727 orang atau Jepang yang 1:1.818 orang,” ujarnya, Senin (13/5).
Data Ditjen Pajak menunjukkan saat ini total wajib pajak yang tercatat mencapai 24,8 juta WP. Jumlah tersebut terdiri dari 22,1 juta WP orang pribadi, 2,1 juta WP badan usaha, dan 545.232 WP Bendaharawan. (mfm)