BISNIS.COM, JAKARTA—Karena dinilai cacat hukum, Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia mengusulkan agar pasal mengenai hunian berimbang dalam UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman diajukan untuk judicial review.
Kendati tujuan keberadaan aturan tersebut baik, kata Ketual LPP3I Zulfi Syarif Koto, proses implementasi yang tercantum dalam permen tentang hunian berimbang tersebut cacat hukum.
“Kajian naskah akademis saat menyusunan permen tidak dilakukan. Permen cenderung hanya menjabarkan persoalan teknis, tanpa menyentuh aspek sosial, antropologi, dan budaya. Seharusnya jangan langsung dipaksakan dan membicarakan tetang sanksi,” katanya, Kamis (2/5/2013).
Tujuan disusunnya hunian berimbang ini, paparnya, untuk menciptakan keharmonisan hubungan antara masyarakat miskin dengan yang mampu. Dengan begitu, akan terhindar dari konflik vertikal.
Sayangnya, analisis mengenai hubungan segregasi sosial di masyarakat tidak muncul dalam permen yang sudah disusun. Tanpa merinci lebih lanjut, dia mengungkapkan ada pasal yang belum muncul dan ada yang pasal yang perlu direvisi.
Zulfi mengusulkan beberapa langkah. Pertama melakukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi, atau meminta fatwa tentang hunian berimbang kepada Mahkamah Agung.
"Pilihan terakhir adalah melakukan revisi pada permen yang sudah dibuat. Tapi, dengan merevisi permen belum dapat menyelesaikan masalah yang ada," ujarnya.