BISNIS.COM, JAKARTA--Momentum peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei dipergunakan Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) untuk mendesak penghapusan sistem bekerja outsourcing atau alih daya.
Hal itu dikarenakan sistem outsourcing dinilai banyak melanggar UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan junto Permenakertrans No.19/2012 tentang Outsourcing.
Menurut Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, berkali-kali pihaknya melaporkan persoalan outsourcing ke lembaga terkait, yakni Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Namun, lanjutnya, jawaban yang diperoleh selalu sama, yakni pemerintah akan segera menindaklanjuti, artinya hanya dapat menjanjikan, tapi tidak ada tindak lanjut.
“Oleh karena itu, dalam momentum May Day diharapkan adanya perhatian pemerintah terhadap pekerja outsourcing dan komitmen pemerintah untuk menegakkan aturan yang ada,” ujarnya, Rabu (1/5).
Selain itu, Timboel menambahkan fungsi pengawasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar peraturan perundangan juga harus dijalankan.
Dia mencontohkan dalam Permenakertrans No.19/2012 dijelaskan outsourcing hanya diperbolehkan untuk lima pekerjaan, yakni cleaning service, petugas keamanan , katering penunjang pertambangan dan penyedia angkutan/transportasi.
“Namun pada kenyataannya, masih banyak pekerja outsourcing di luar bidang tersebut, tidak hanya terjadi pada perusahaan swasta, tapi juga BUMN,” jelasnya.
Sementara itu, pada perusahaan BUMN ditemukan pelanggaran, terutama pada jabatan di sektor perbankan, seperti sekretaris, tenaga pemasaran atau teller menggunakan sistem outsourcing.