BISNIS.COM, JAKARTA—PT Rajawali Nusantara Indonesia kesulitan mendapatkan akses perizinan untuk pengembangan bisnis ritelnya di daerah, termasuk di Jakarta.
Menurut Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismet Hasan Putro, sebagai badan usaha milik Negara (BUMN) tidak dapat membuka gerai tanpa izin.
“Namun, jika ritel swasta dengan satu izin dapat membuka 10 gerai, sedangkan BUMN tidak bisa, saya juga tidak berani,” katanya usai penandatanganan kerja sama dengan PT Bukopin Tbk dan PT Jamsostek, Selasa (30/4).
Bahkan, Ismet menjelaskan di beberapa daerah RNI menghadapi konflik, karena izinnya susah sekali, selain itu seperti ada semacam proteksi untuk bisnis ritel BUMN.
Jadi, lanjutnya, apabila ada pendatang baru dalam bisnis ritel di daerah akan dilarang membuka jaringan, sedangkan ritel yang sudah ada dapat dengan mudah memperoleh izin.
“Bisnis ritel di daerah jadi tidak fair lagi dengan sulitnya RNI mendapatkan izin operasional gerai kami,” tukasnya.
Sampai dengan saat ini, ada 20 gerai direalisasikan di Bali dan 15 gerai di Lombok, Nusa Tenggara Barat, sedangkan jumlah gerai di Bali itu akan ditambah menjadi 50 gerai.
Bisnis ritel ini juga menggunakan pola kemitraan dengan membina sebanyak 20 warung di sekitar lokasi satu gerao Rajawali Mart dalam bentuk suplai sembako berupa gula, teh, garam, beras, kopi, hingga air mineral.
“Sebagai galeri produk dari BUMN, gerai kami menyalurkan kebutuhan sembako ke warung-warung sebagai sub agen ke masyarakat,” ungkapnya.
Ismet menuturkan untuk gerai Warung Rajawali di Jakarta akan disiapkan sebanyak 5.000 outlet dalam bentuk franchise dengan 500 gerai di antaranya milik RNI.
Mengenai penawaran kerja sama manajemen bisnis ritel dengan pihak swasta, dia menambahkan banyak dilakukan untuk distribusi barang-barang milik RNI, tapi pihaknya tidak mau. (if)