BISNIS.COM,JAKARTA – Ekspor biji kakao pada kuartal I/2013 sebanyak 48.992,34 ton, atau naik tipis 1,39% dibandingkan dengan periode sama 2012.
Kinerja itu sedikit lebih baik dibanding realisasi periode sama tahun-tahun sebelumnya. Ekspor biji kakao pada kuartal I/2012 turun 30,16% dari 69.183 ton pada kuartal I/2011, melanjutkan penurunan 38,36% dari pencapaian kuartal I/2010.
Penurunan itu terjadi seiring penerapan bea keluar kakao secara progresif 5%-15% mulai 2010 untuk mendukung penghiliran di dalam negeri.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Firman Bakri mengatakan ekspor yang sedikit membaik itu merupakan dampak dari mundurnya musim panen pada 2012.
Akibat cuaca yang kurang baik, panen raya yang semestinya jatuh pada April, mundur ke Juni yang selanjutnya memengaruhi panen pada bulan berikutnya.
“Kalau (panen) nanti Juni (2013) dan selanjutnya stabil, mudah-mudahan produksi selanjutnya bisa naik,” katanya, Senin (29/4).
Kendati demikian, Firman memperkirakan peningkatan produksi tahun ini tidak signifikan, yakni maksimal menjadi 500.000 ton dari 453.729 ton pada 2012.
Sebaliknya, volume ekspor justru diprediksi menyusut menjadi 100.000 ton dari realisasi 2012 sebanyak 163.501 ton.
“Atau, bisa jadi (ekspor) malah kurang dari 100.000 ton,” ujarnya.
Penyusutan ekspor biji kakao berkaitan mulai beroperasinya setidaknya dua pabrik pengolahan kakao baru. Firman menyebutkan setidaknya dua perusahaan penanaman modal asing (PMA) sudah menunjukkan tanda-tanda siap produksi.
Cargill Cocoa & Chocolate Inc asal Amerika Serikat yang membangun pabrik di Makassar dengan kapasitas pengolahan biji kakao 65.000 ton per tahun sedang merekrut tenaga teknisi. Sementara itu, JB Cocoa Sdn Bhd asal Malaysia yang mendirikan pabrik di Surabaya dengan kapasitas pengolahan 30.000 ton pun sudah merekrut karyawan.