BISNIS.COM, JAKARTA--Penghematan subsidi sebaiknya digunakan untuk mendorong program konversi energi.
“Jangan semuanya untuk BBM, katakanlah untuk pembangunan infrastruktur gas sehingga ada langkah riil untuk menyediakan energi di luar BBM,” kata Pengamat Ekonomi INDEF Enny Sri Hartati saat dihubungi Bisnis, Minggu (21/4).
Menurutnya, langkah tersebut tidak hanya memperbaiki kualitas subsidi yang diberikan pemerintah, tetapi juga memperbaiki keseimbangan eksternal dalam negeri akibat tingginya impor minyak.
Enny mengatakan realisasi konsumsi BBM bersubsidi pada 2012 hanya memiliki selisih yang sedikit dengan kuota BBM bersubsidi dalam APBN 2013. Padahal, lanjutnya, pertumbuhan konsumsi BBM sudah terlihat jelas begitu tinggi.
“Logikanya kan pertumbuhan [konsumsi BBM] itu ditopang dari energi yang lain,” ujarnya.
Dalam APBN 2013, kuota BBM bersubsidi dialokasikan sebanyak 46 juta kiloliter, sedangkan realisasi konsumsi BBM bersubsidi pada 2012 sebanyak 45,2 juta kiloliter.
Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan selama Januari sampai Februari 2013, neraca perdagangan migas mencatatkan defisit sebesar US$2,4 miliar. Padahal, neraca perdagangan non migas dalam periode yang sama mencatatkan surplus US$ 2,02 miliar. Surplus neraca perdagangan non migas tersebut tidak mampu menutupi defisit neraca perdagangan migas.
Sebelumnya, Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama Ekonomi Internasional Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan impor migas sepanjang Januari sampai Februari 2013 didominasi oleh impor hasil minyak atau minyak olahan.
“Dari [impor] migas sendiri itu proporsinya 67% dari hasil minyak atau minyak olahan, terus minyak mentah kita impornya sekitar 29%, sisanya itu kita [impor] gas,” ujarnya, Senin (15/4).
Amalia mengungkapkan kecilnya impor gas tersebut karena Indonesia merupakan negara penghasil gas yang besar.
BPS menunjukkan impor gas sepanjang Januar sampai Februari 2013 senilai US$526,5 juta. Di sisi lain, ekspor gas Indonesia jauh lebih besar pada periode yang sama, yaitu senilai US$3 miliar.