BISNIS.COM, JAKARTA—Indonesia harus membuat peringatan dini untuk kasus flu burung baruan terbaru H7N9, terutama bagi arus barang dan manusia dari China.
Sistem peringatan dini (early warning system) harus segera dibuat, karena puluhan nyawa terenggut di China akibat merebaknya kasus flu burung varian terbaru itu.
“Sebagai negara yang pernah terkena wabah dengan kerugian paling besar dan korban nyawa paling tinggi di dunia, Indonesia harusnya trauma dan menjadi paling tanggap,” ujar Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi, Kamis (18/4).
Menurut dia, peringatan dini flu burung adalah langkah mitigasi bencana yang melibatkan banyak pihak (stakeholder), baik di Kementerian Pertanian, Imigrasi bandara dan pelabuhan, serta Kementerian Kesehatan.
Tidak hanya koordinasi dan sosialisasi di antara pihak-pihak terkait, lanjut Zuber, tapi juga segera dilakukan pengetatan arus barang dan orang, terutama yang berasal dari China.
Dia menilai standar mitigasi lazim dilakukan seperti di negara-negara lain dengan sterilisasi barang dan orang dari negara terjangkit, misalnya dengan desinfektan.
“Pengetatan tersebut diupayakan terdapat di seluruh pintu masuk ke dalam negeri, baik bandara, maupun pelabuhan,” ungkapnya.
Hingga saat ini, baik virus H5N1 maupun H7N9 tidak menular antarmanusia, tapi tingkat fatalitasnya (kematian penderita yang terjangkit) sangat tinggi.
Khusus di Indonesia, jumlah kumulatif kasus flu burung pada manusia sejak merebak pada 2005 hingga Juli 2012 tercatat 190 kasus dengan 158 kematian.
“Ini menjadi alasan bagi WHO menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah korban H5N1 tertinggi di dunia,” jelas Zuber.