BISNIS.COM, JAKARTA—Langkah pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih menyebabkan adanya pelebaran defisit.
Dalam APBN 2013, defisit anggaran ditetapkan sebesar 1,65% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp153,3 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan langkah pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang akan diambil pemerintah bertujuan agar pelebaran defisit APBN 2013 tidak melebihi batas yang diperbolehkan UU.
“Kalau [konsumsi BBM bersubsidi] dibatasi tetap akan melampaui [defisit] yang ada di apbn hari ini, tetap ada kenaikan beban subsidi, tetapi ini menjaga defisitnya menjadi dalam batas yang diperbolehkan dalam uu,” katanya di Kemendagri hari ini, Selasa (16/4/2013).
Soalnya, UU no. 17/2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan defisit APBN tidak diperbolehkan melampaui 3% dari PDB.
Masalahnya dengan kondisi sekarang, jelas Anny, defisit anggaran akibat pembengkakan subsidi BBM dan listrik yang diperkirakan mendekati Rp297 triliun berisiko menimbulkan defisit anggaran melampaui batas 3% seperti yang diatur dalam UU. Padahal dalam APBN 2013, anggaran subsidi BBM hanya dialokasikan sebesar Rp198,3 triliun.
Di sisi lain, pada kuartal I/2013, anggaran pemerintah telah mencatatkan defisit sebesar Rp17,9 triliun, lebih tinggi daripada defisit anggaran pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp8 triliun. Adapun, realisasi pembayaran subsidi BBM telah mencapai 3,5 triliun pada kuartal I/2013 atau 1,8% dari pagu Rp198,3 triliun.
Namun, Anny tidak membeberkan lebih lanjut penghitungan pelebaran defisit yang bisa dikendalikan dari opsi-opsi kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang ada.
Lebih lanjut, Anny menjelaskan pemerintah akan melakukan penguatan program-program bantuan sosial, seperti program beras miskin (Raskin), program keluarga harapan (PKH), dan beasiswa siswa miskin (BSM) sebagai kompensasi dari kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.
Pemerintah, lanjutnya, masih melakukan finalisasi mekanisme pelaksanaan penguatan program bantuan sosial tersebut karena pelaksanaannya membutuhkan koordinasi dari kementerian-kementerian teknis yang lain.