Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LISTRIK BERBASIS SAMPAH: ESDM Kembali Usulkan Peningkatan Feed In Tariff

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan peningkatan feed in tariff listrik dari pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa) untuk menarik minat pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) mengelola

BISNIS.COM, JAKARTA--Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan peningkatan feed in tariff listrik dari pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa) untuk menarik minat pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) mengelola sampah kota sebagai sumber energi pembangkit listrik.

Rida Mulyana, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan selama ini tarif listrik dari PLTSa dianggap kurang menarik. Akibatnya, hanya sedikit IPP yang mau mengembangkan sampah kota sebagai energi primer untuk pembangkit listrik.

Rida mengungkapkan kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan biaya pengelolaan sampah (tipping fee) sangat terbatas dan berbeda antara daerah satu dengan daerah lain. Padahal, feed in tariff listrik dari PLTSa yang disusun pemerintah saat ini berdasarkan tipping fee dari pemerintah daerah itu.

“Kenyataannya kan kemampuan tipping fee pemerintah daerah ini berbeda-beda dan sangat terbatas, sedangkan di lain pihak biaya pengembangan PLTSa relatif sama di setiap kota,” katanya hari ini (8/4/2013).

Untuk itu, Kementerian ESDM akan mengusulkan feed in tariff baru dengan memperhitungkan tipping fee yang harusnya dikeluarkan pemerintah daerah. “Usulannya, feed in tariff listrik dari PLTSa akan naik sekitar Rp400 per kilowatt hour [KWh] dari feed in tariff yang berlaku saat ini,” jelasnya.

Kementerian ESDM sebelumnya berencana mengusulkan feed in tariff listrik dari PLTSa sebesar Rp1.450 per KWh untuk PLTSa zero waste. Sementara untuk PLTSa with waste ditetapkan sebesar Rp1.250 per KWh.

PLTSa dianggap sebagai pembangkit listrik alternatif untuk kota-kota besar dengan kebutuhan listrik yang juga besar. Selain itu, PLTSa juga bermanfaat dalam membersihkan sampah yang selama ini menjadi masalah pemerintah daerah.

Kebijakan feed in tariff itu, lanjut Rida, dibuat untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengembangkan energi baru dan terbarukan. Apalagi teknologi untuk PLTSa saat ini masih relatif mahal untuk diterapkan di dalam negeri.

Menteri ESDM Jero Wacik sebelumnya meminta seluruh walikota menggalakkan program pengembangan PLTSa. “Tahun ini sudah kita mulai, walikota agar menggalakkan program pembangkit listrik dengan menggunakan sampah agak mahal tidak apa, kan bisa dapat listrik dan kota jadi bersih,” ujarnya.

Jero mengungkapkan pola pengelolaan sampah sampai saat ini masih menganut paradigma lama, dimana sampah masih dianggap sebagai sesuatu yang tak berguna dan tidak memiliki nilai ekonomis.

Pemerintah memang tengah gencar mendorong pemanfaatan EBT di dalam negeri. Dalam Kebijakan Energi Nasionalnya Dewan Energi Nasional (DEN) meningkatkan target pemanfaatan EBT menjadi sebesar 25% dalam bauran energi primer pada 2025.

Porsi penggunaan EBT dalam bauran energi primer saat ini saja baru 5,7%, dan Perpres No. 5/2006 menargetkan menjadi 17% pada 2025. Dalam kebijakan energi nasional itu juga ditargetkan porsi penggunaan batu bara pada 2025 sebesar 30,7%, turun dari target pada Perpres sebesar 33% pada 2025.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lili Sunardi
Editor : Others

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper