BISNIS.COM, JAKARTA: Indonesia mengelola dana dari luar negeri sekitar US$4,4 miliar untuk proyek perubahan iklim dalam bentuk pinjaman lunak maupun hibah periode 2008-2017 guna menurunkan emisi gas rumah kaca.
Hal itu disampaikan dalam riset The Indonesian Institute (TII) dalam riset Studi Literatur tentang Pembiayaan Perubahan Iklim di Indonesia yang dikutip pada Kamis, (04/4/2013). Organisasi itu menyatakan donor luar negeri untuk pembiayaan perubahan iklim mencapai sekitar US$4,4 miliar dalam bentuk hibah, pinjaman lunak dan bantuan teknis.
"Dari jangka waktu terlihat rentang waktu dari bantuan tersebut adalah dari 1-6 tahun, dan rata-rata lebih dari 2 tahun," kata TII dalam riset tersebut. "Dengan demikian, pendanaan dari luar negeri ini umumnya berjangka waktu cukup panjang dengan target keluaran kegiatan yang diharapkan berkelanjutan."
TII mencatat pendonor luar negeri untuk Indonesia dalam proyek perubahan iklim berasal dari negara maju, lembaga multi-regional, lembaga di bawah PBB dan lembaga keuangan dunia. Riset itu memaparkan pendanaan untuk perubahan iklim di Indonesia bersumber dari APBN, hibah atau pinjaman luar negeri hingga sektor swasta dalam bentuk tanggung jawab lingkungan dan sosial.
Sumber pendanaan luar negeri yang dirangkum dalam riset TII adalah AFFD CCPL (pinjaman US$800 juta untuk 2008-2010); World Bank (pinjaman dana pembangunan US$400 juta untuk 2010-2012); World Bank (US$400 juta sebagai pinjaman lunak); AusAID (hibah US$75,9 juta untuk 2007-2012); JICA (pinjaman US$1 miliar untuk 2008-2010); JICA (pinjaman serta hibah US$16,5 juta untuk 2009-2014); USAID (hibah US$136 juta untuk 2010-2012); Norwegia (hibah US$1 miliar untuk 2010-2016).
Lainnya adalah DFID (hibah US$2,4 juta); DFID (hibah US$17,9 juta untuk 2010-2011); UN-REDD (hibah US$5,6 juta untuk 2010); FCPF (hibah US$3,6 juta untuk 2010-2012); FIP (hibah US$80 juta untuk 2010-2012); KFW Jerman (hibah US$68 juta untuk 2011-2015), GTZ Jerman (bantuan teknis US$10 juta untuk 2010-2015); KFW Jerman (pinjaman US$332 juta untuk 2011-2017); KFW Jerman (bantuan teknis US$2 juta); ICI Jerman (hibah US$15,35 juta untuk 2008-2011); GEF (hibah US$4 juta) dan Uni Eropa (hibah US$23,7 juta untuk 2007-2014).
"Pemerintah juga harus memastikan akuntabilitas pemanfaatan bantuan maupun pinjaman yang diterima kepada pemberi dana untuk menjaga kepercayaan dan membuktikan komitmen Indonesia sesuai dengan kesepakatan para pihak," demikian rekomendasi TII dalam riset tersebut.
Ilustrasi: Google Image