BISNIS.COM, JAKARTA--Indonesia membutuhkan harga khusus gas alam cair (liquified natural gas/LNG) untuk industri. Pasalnya, harga gas LNG dalam negeri saat ini dinilai terlalu tinggi untuk industri.
Ketua Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja mengatakan industri wajib diberikan harga khusus LNG. Menurutnya, harga gas LNG yang berlaku saat ini tidak cocok dibebankan kepada industri.
“Wajib ada harga gas khusus. Kalau perlu subsidi. Sebab sumber gas melimpah,” katanya kepada Bisnis, Kamis (14/3/2013).
Dia meminta agar LNG dialokasikan penuh untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan pupuk, bukan industri hilir. Pasalnya, harga LNG sangat mahal dan industri tidak sanggup untuk membeli LNG.
Presiden Direktur PT Pertamina Gas (Pertagas) Gunung Sardjono Hadi mengimbau agar pemerintah memberikan harga khusus untuk industri. Bila harga LNG untuk industri disamakan dengan yang dijual untuk pembangkit, industri akan kesulitan.
“Jadi katakanlah harga LNG Tangguh yang untuk diekspor dengan yang dalam negeri dibedakan,” ujarnya.
Dia mencontohkan, harga LNG dari Tangguh diperkirakan US$11-US$12 per juta british thermal unit (millions british thermal unit /MMbtu). Kemudian, ditambah biaya shipping sebesar US$1,5 per MMbtu dan biaya regasifikasi serta biaya pengangkutan gas/toll fee. Maka harga LNG bisa mencapai lebih dari US$17 per MMbtu.
Sementara itu, Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas PLN Suryadi Mardjoeki mengatakan harga gas bumi untuk pembangkit PLN dari Revitalisasi Kilang LNG Arun berkisar US$15 per MMbtu hingga US$16 per MMBTU.
Adapun harga tersebut sudah termasuk harga LNG, biaya pengangkutan gas (toll fee) dan biaya regasifikasi. "Dengan capex pipa US$ 500 juta dan harga gas misalnya US$ 12 per MMBTU, biaya toll fee sekitar US$ 1,9 sampai US$ 2 per MMBTU. Tetapi saya belum tahu berapa biaya operations and maintenance-nya," katanya.
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mengatakan perbedaan harga LNG yang diekspor dengan harga jual domestik membuat produsen LNG banyak memilih untuk mengekspor LNG. Untuk itu, agar pengalokasian LNG untuk domestik lebih banyak, pihaknya membuat patokan harga jual LNG ke domestik.
Dia mencontohkan, rata-rata harga jual LNG yang diekspor bisa mencapai US$16 per MMbtu. Sementara, harga jual LNG untuk domestik jauh lebih rendah, kisaran US$11 per MMbtu.
Nantinya, pihaknya akan membuat patokan harga LNG sebesar US$ 11 per MMbtu untuk kelistrikan, sekitar US$9 per MMbtu untuk industri, sekitar dan US$8 per MMbtu untuk pupuk. Namun, angka ini tetap akan dinegosiasikan antara kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dan pembeli.
“Angka ini akan menjadi pegangan saya ketika mengambil keputusan harga. Tetapi nanti dalam negosiasi, harganya menuju arah ini,” kata Rudi.
Rudi menegaskan, patokan tersebut tidak akan tercantum dalam aturan Kementerian ESDM. Namun, hanya menjadi patokan SKK Migas dalam menegosiasikan harga jual ke pembeli domestik.(msb)