Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jasa Pelayaran Ditantang Lebih Kompetitif

JAKARTA – Industri jasa pelayaran dan asuransi ditantang untuk lebih kompetitif seiring rencana penerapan cost, insurance and freight atau CIF dalam kegiatan ekspor Indonesia.

JAKARTA – Industri jasa pelayaran dan asuransi ditantang untuk lebih kompetitif seiring rencana penerapan cost, insurance and freight atau CIF dalam kegiatan ekspor Indonesia.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro mengemukakan eksportir bersedia beralih dari terms of delivery free on board (FOB) ke CIF dengan catatan industri jasa dan asuransi dalam negeri mampu menawarkan tarif yang bersaing.  

Persoalannya, kata dia, selama ini eksportir dengan pembeli (buyer) sepakat menggunakan FOB karena memungkinkan buyer menunjuk kapal dan asuransi asing dengan tarif yang lebih rendah dibanding jasa serupa di Indonesia.  

Buyer biasanya menunjuk perusahaan jasa logistik yang sudah mendapatkan tarif kontrak (contract rate) dengan perusahaan pelayaran (shipping line) sehingga biaya pengangkutan lebih murah.

“Mengubah term-nya gampang. Besok berubah kontrak, bisa. Tapi, cost-nya bagaimana? Kuncinya cost of freight. Sekarang kesiapan shipping line dalam negeri kompetitif tidak,” katanya di Jakarta, Kamis (28/2).

Menurutnya, persoalan tarif ini penting karena akan memengaruhi harga jual barang di luar negeri. Jika biaya kapal, premi asuransi dan suku bunga kredit ekspor tinggi, maka harga jual produk Indonesia tak akan kompetitif dibanding produk negara lain.

Toto memberi contoh, ekspor bijih besi dari Jawa Timur ke China menggunakan shipping line China hanya membutuhkan biaya US$190 atau hampir Rp2 juta per kontainer ukuran 20 feet.

Sementara, biaya membawa kontainer ukuran yang sama dari pelabuhan Tanjung Priok ke Medan mencapai lebih dari Rp2,5 juta dan ke Pontianak lebih dari Rp 3 juta.

Persoalan mendasar lainnya, kata Toto, subsektor logistik Indonesia selama ini dipegang asing sehingga buyer dengan mudah menunjuk perusahaan luar negeri yang beroperasi di Indonesia.

“Produk bisa bersaing di pasar global kalau negara itu menguasai logistik dan distribusi. Sedangkan di kita, logistik distribusi dipegang asing. Ini yang menjadi PR (pekerjaan rumah) berat kita,” ujarnya.

Belum lagi masalah pelabuhan di Indonesia yang biasanya berproduktivitas rendah, biaya bongkar muat (handling and loading cost) tinggi dan pelayanan yang buruk.

Pihaknya pada dasarnya menyambut positif rencana penerapan CIF yang sudah lebih konkret karena akan menghidupkan industri jasa pengangkutan, asuransi dan lembaga pembiayaan di dalam negeri. Namun, upaya itu harus dibarengi dengan daya saing industri bersangkutan.

Nah, sejauh mana INSA betul-betul prepare (menyiapkan)untuk itu,” ujarnya.

Kendati jumlah kapal niaga nasional bertambah pesat dari sekitar 5.000 unit pada 2005 menjadi hampir 12.000 unit pada 2012, Toto berpendapat perlu data lebih rinci mengenai bobot, jenis dan rute kapal.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper