Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Tak Gegabah Hapus Beras Medium dan Premium, Kenapa?

CORE Indonesia meminta pemerintah tidak menghapus beras medium dan premium untuk melindungi daya beli masyarakat menengah bawah di tengah pelemahan ekonomi.
Beras premium tersusun rapi di rak salah satu gerai ritel modern di Jakarta, Kamis (24/7/2025). - BISNIS/Ni Luh Anggela.
Beras premium tersusun rapi di rak salah satu gerai ritel modern di Jakarta, Kamis (24/7/2025). - BISNIS/Ni Luh Anggela.
Ringkasan Berita
  • CORE Indonesia meminta pemerintah tidak menghapus beras premium dan medium karena segmentasi konsumen penting untuk melindungi masyarakat menengah bawah.
  • Eliza Mardian menyarankan penghapusan HET beras premium karena konsumen beras premium adalah masyarakat atas yang tidak terpengaruh kenaikan harga.
  • Harga beras yang tinggi memengaruhi daya beli masyarakat miskin, memaksa mereka mengurangi pembelian protein dan non makanan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia meminta pemerintah untuk tidak gegabah menghapus beras premium dan medium di tengah pelemahan daya beli masyarakat.

Pengamat dari CORE Indonesia Eliza Mardian menyampaikan, menghilangkan jenis beras premium dan medium bukanlah solusi yang tepat mengingat segmentasi konsumen dibutuhkan agar pemerintah dapat melakukan intervensi untuk melindungi masyarakat menengah bawah.

“Yang seharusnya dilakukan itu dihilangkan HET beras premium,” kata Eliza kepada Bisnis, Jumat (25/7/2025).

Eliza menuturkan, konsumen beras premium merupakan kalangan masyarakat atas yang tidak mengalami masalah jika harga beras mengalami kenaikan.

Kalangan masyarakat atas, lanjut dia, bahkan memiliki kemampuan lebih besar untuk mengganti sumber pangan. Untuk itu, kata dia, pemerintah tidak perlu repot mengatur HET untuk beras premium.

Dia mengatakan, fungsi dari HET sejatinya adalah untuk menjaga daya beli masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat yang perlu dijaga daya belinya adalah kelompok menengah ke bawah. 

“Beras medium dan HET ini harus wajib ada untuk melindungi konsumen masyarakat bawah. Kalangan atas yang pengeluarannya lebih banyak untuk non makanan, tidak akan terguncang kalau harga beras premium naik,” tuturnya.

Dalam hal beras medium telah melampaui HET, kata dia, menjadi tugas pemerintah untuk melakukan stabilisasi harga di pasar.

Lebih lanjut, Eliza mengatakan pengeluaran masyarakat menengah ke bawah lebih banyak dialokasikan untuk makanan. Ketika harga beras naik, kelompok ini akan mengurangi pembelian protein dan belanja non makanan guna memenuhi kebutuhan karbohidratnya.

Dia menuturkan, bukti harga beras sangat memengaruhi pola konsumsi masyarakat menengah ke bawah dan miskin tercermin dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kemiskinan.

Meski BPS menyebut persentase penduduk miskin pada Maret 2025 turun menjadi 8,47%, terjadi perubahan proporsi dalam garis kemiskinan. Eliza mengungkap, proporsi penduduk miskin untuk membeli bahan makanan di Maret 2025 bertambah dibandingkan September 2024.

“Proporsi untuk non makanan jadi berkurang karena dialokasikan untuk membeli bahan makanan,” ungkapnya. 

Di basket makanan, Eliza menyebut bahwa proporsi pengeluaran masyarakat miskin untuk membeli beras, rokok kretek, dan mi instan meningkat, sedangkan untuk protein hewani dan kue menurun secara proporsi. 

Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa harga pangan mengalami kenaikan, sehingga menggerus daya beli masyarakat miskin. Akibatnya, kata dia, kelompok ini mengutamakan pemenuhan karbohidrat sementara pemenuhan protein dan non makanan dikurangi proporsinya dari total yang biasa mereka keluarkan. 

Indeks kedalaman miskin Maret 2025 naik dibandingkan September 2024, kata dia, menandakan bahwa penduduk miskin semakin jauh dari garis kemiskinan, kebutuhan dasar mereka semakin sulit untuk dipenuhi. 

“Jadi pemerintah jangan gegabah menghapus beras medium, itu masih sangat diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah bawah. Jangan sampai mereka terus turun kelas hingga jatuh ke jurang kemiskinan,” pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Kahfi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro