Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos PGN Respons Wacana RI Impor LNG: Utamakan Produksi Dalam Negeri

PGN menilai kebijakan impor LNG bukan satu-satunya cara untuk memenuhi permintaan gas di dalam negeri yang terus meningkat.
Kapal tanker gas alam cair (LNG) Sohshu Maru mendekati Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Futtsu milik Jera Co, yang tidak terlihat, di Futtsu, Prefektur Chiba, Jepang, pada hari Jumat, 17 Desember 2021/Bloomberg-Kiyoshi Ota
Kapal tanker gas alam cair (LNG) Sohshu Maru mendekati Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Futtsu milik Jera Co, yang tidak terlihat, di Futtsu, Prefektur Chiba, Jepang, pada hari Jumat, 17 Desember 2021/Bloomberg-Kiyoshi Ota

Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) tengah mencari solusi pemenuhan kebutuhan gas untuk domestik dengan sumber daya dalam negeri. Kendati, opsi untuk impor gas dari wilayah kerja Pertamina Group di berbagai negara tetap terbuka. 

Direktur Utama PGN Arief Setiawan Handoko mengatakan pihaknya memahami permintaan gas dalam negeri terus meningkat. Namun, impor Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair bukan satu-satunya cara untuk memenuhinya. 

"Saya enggak purely push harus impor, harus impor, tapi saya mencoba mendapatkan LNG yang diproduksi dari domestik dulu," kata Arief kepada wartawan di Jakarta, Kamis (17/7/2025). 

Apalagi, dia menyebutkan bahwa saat ini produksi gas di Indonesia sebesar 6.600 mmscfd (million standard cubic feet per day). Angka tersebut masih memenuhi kebutuhan domestik. 

Dengan demikian, Arief menilai impor LNG untuk memenuhi kebutuhan gas domestik belum mendesak untuk dilakukan. Untuk itu, pihaknya akan mengutamakan LNG eksisting yang diproduksi dalam negeri. 

"Secara nasional produksi migas kita tuh kurang lebih 6.600 mmscfd, yang dipakai ke domestik kurang lebih 3.300-3.500 mmscfd. Artinya kan sebetulnya supply-nya berlebih," ujarnya. 

Kendati demikian, dia tak memungkiri adanya mismatch atau ketidakcocokan antara tempat produksi dengan lokasi lonjakan permintaan serta waktu produksi serta kelengkapan infrastruktur. 

"Waktu bikin LNG plant dulu gas pipa berlebih, jadi demand tuh berlebih. Artinya mismatch tempat produksi dengan demand dan timingnya. Jadi memang sudah ada," tuturnya. 

Di sisi lain, dia juga mendorong pembangunan infrastruktur dan koneksi antarjaringan pipa gas yang belum tersambung. Kondisi ini membuat aliran gas dari sumber ke wilayah permintaan sulit untuk disambungkan. 

"Beyond pipeline itu kita sudah punya FSRU [floating storage and regasification], LNG masuk situ kan, kan tersambung juga akhirnya. Ada FSRU, ada Teluk Lamong, ada Arun Gas. Kerja PGN itu sebetulnya meng-interconnect antara produsen yang di wilayah timur sampai ke barat Indonesia," jelasnya. 

Lebih lanjut, dia tak memungkiri kemungkinan berkolaborasi dengan menyerap produksi gas dari portofolio Pertamina Group di luar Indonesia, seperti Amerika dan beberapa lokasi lainnya. 

"Nah itu nanti akan di inovasi ke PGN. Saya berharap sih apa yang kita punya itu, kita bisa pakai di dalam. Saya enggak melulu harus izin impor, harus impor nanti saya menyalahi apa yang sudah jadi kebijakan ESDM," jelasnya. 

Sebelumnya, Founder & Advisor Research Institute for Mining and Energy Economics (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto mengatakan, impor LNG terbatas menjadi salah satu solusi untuk menjamin pasokan gas domestik tanpa mengorbankan volume ekspor.  

“Dalam hal ini, terbatas, misal untuk BUMN, seperti PGN karena PGN dalam hal ini kan memang menguasai lebih dari 80%—90% infrastruktur dan jaringan transmisi distribusi gas bumi di Tanah Air,” kata Pri kepada Bisnis, beberapa waktu lalu. 

Menurut dia, pengalihan ekspor LNG dari produksi lokal untuk kebutuhan domestik tidak selalu dapat dilakukan karena volume terbatas dan sudah terikat kontrak ekspor jangka panjang.

Terlebih, jika harga domestik lebih rendah, bisa memengaruhi keekonomian pengembangan lapangan gas dan penerimaan negara.  

“Ekspor agar bisa tetap jalan dengan harga pasar karena dari ekspor itu ada bagian penerimaan negara, semakin tinggi harga ekspor, penerimaan negara semakin besar juga,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro