Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Filipina akan melanjutkan negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS) setelah Presiden Donald Trump menaikkan rencana tarif impor terhadap negara Asia Tenggara tersebut menjadi 20%.
Sebelumnya, tarif impor yang dikenakan ke Filipina dalam pengumuman Trump pada 2 April 2025 adalah sebesar 17%.
Melansir Bloomberg pada Kamis (10/7/2025), Duta Besar Filipina untuk AS, Jose Manuel Romualdez menyebut pihaknya masih akan melakukan negosiasi lebih lanjut.
Pemerintah Filipina dijadwalkan mengirim delegasi ke AS pekan depan, yang akan dipimpin oleh Frederick Go, asisten khusus presiden untuk urusan investasi dan ekonomi. Kunjungan tersebut dilakukan seiring upaya para pejabat dagang di Asia untuk mengamankan kesepakatan yang lebih baik dengan Washington menjelang tenggat baru pada 1 Agustus 2025.
Filipina bergabung dengan Jepang dan Korea Selatan sebagai sekutu perjanjian AS di Asia yang terdampak putaran tarif terbaru yang diberlakukan Trump.
Langkah ini semakin mempersulit berbagai kemitraan yang selama beberapa dekade terakhir dibangun untuk menghadang pengaruh China, yang disebut Trump sebagai rival dagang terbesarnya.
Baca Juga
Pemerintahan AS pada hari yang sama juga mengumumkan pengenaan bea masuk terhadap sejumlah negara lain secara global, termasuk tarif 50% untuk Brasil yang disebut Trump sebagai langkah bermotif politik, serta tarif 50% untuk tembaga.
Tarif 20% yang dikenakan pada Filipina setara dengan Vietnam dan mendekati level Brunei sebesar 25%. Jeffrey Perlman, CEO Warburg Pincus, menyebut kisaran tarif ini dinilai sebagai tren yang mungkin akan berlaku di seluruh kawasan Asia Tenggara.
Dalam wawancara dengan Bloomberg TV, Perlman menyebut perbedaan tarif yang besar hanya akan mengalihkan defisit dagang AS antarnegara, bukan menghapuskannya. “Tarif-tarif tersebut kemungkinan akan berada pada kisaran yang cukup berdekatan di banyak pasar,” kata Perlman.
Sebelum pembicaraan dagang dengan AS pada awal Mei, Filipina sempat berupaya meningkatkan pembelian dari pasar ekspor utamanya demi menurunkan tarif tersebut.
Menteri Perdagangan Filipina Cristina Roque menyatakan bahwa negaranya berencana menambah impor produk pertanian AS, termasuk kedelai dan daging beku, serta meningkatkan pengiriman semikonduktor, produk kelapa, dan mangga ke AS.
Pejabat Filipina sebelumnya menyambut tarif 17% yang relatif lebih rendah dengan optimisme hati-hati, menganggap hal itu sebagai peluang untuk mendukung agenda Presiden Ferdinand Marcos Jr. dalam menarik investasi asing. Namun, kenaikan tarif ke level baru ini dikhawatirkan dapat meredam optimisme tersebut.
Berdasarkan data pemerintah AS, Negeri Paman Sam mencatat defisit dagang sebesar US$4,9 miliar dengan Filipina pada tahun lalu, dari total perdagangan senilai US$23,5 miliar. Angka tersebut masih lebih kecil dibandingkan defisit dengan Thailand yang mencapai US$45,6 miliar, dan Vietnam sebesar US$123,5 miliar.