Bisnis.com, JAKARTA — Aset kripto terbesar di dunia, Bitcoin, semakin kehilangan daya tarik spekulatifnya setelah terjebak dalam rentang perdagangan sempit sepanjang tahun ini.
Melansir Bloomberg pada Kamis (3/7/2025), salah satu ciri khas Bitcoin sejak awal kemunculannya, yakni pergerakan harga yang ekstrem, kini mulai memudar.
Mengacu pada Indeks Volatilitas BTC milik Deribit, tingkat volatilitas implisit atau implied volatility Bitcoin kini berada di level terendah dalam dua tahun terakhir. Indikator ini mengukur ekspektasi volatilitas tahunan ke depan dalam 30 hari.
Analis riset perusahaan investasi kripto GSR Michael Longoria menyebut, Bitcoin kini menjadi lebih menyerupai aset makro yang volatil, ketimbang instrumen spekulatif.
Sejak awal kemunculannya pada 2009, Bitcoin telah menarik perhatian pelaku pasar sebagai sarana meraih cuan cepat melalui perdagangan arbitrase maupun posisi arah (directional trading).
Namun, seiring turunnya volatilitas, semakin sedikit peluang yang bisa dimanfaatkan para spekulan. Sepanjang 2025, Bitcoin tercatat naik sekitar 17%, jauh lebih rendah dibandingkan reli lebih dari dua kali lipat dalam masing-masing dua tahun sebelumnya.
Baca Juga
Kenaikan volatilitas implisit biasanya mencerminkan meningkatnya ketidakpastian arah harga dan kecenderungan pelaku pasar membayar lebih untuk melindungi posisi atau berspekulasi atas potensi pergerakan harga, baik naik maupun turun. Sebaliknya, penurunan volatilitas mencerminkan ekspektasi pasar terhadap harga yang cenderung stabil.
Dalam dua bulan terakhir, Bitcoin diperdagangkan di kisaran sempit antara US$93.000 hingga US$111.000—salah satu rentang tersingkat dalam beberapa tahun terakhir. Padahal sebelumnya, perubahan harga harian sebesar 5% hingga 10% bukanlah hal yang aneh.
Adapun, pada perdagangan Kamis (3/7/2025), data dari Coinmarketcap.com mencatat harga Bitcoin naik 3,37% ke level US$108.987,56.
Sejumlah analis menilai stabilitas harga ini sebagian disebabkan oleh meningkatnya aksi penjualan opsi call oleh para pemegang Bitcoin. Strategi ini digunakan untuk meraih imbal hasil dari aset yang dimiliki, sekaligus membatasi pergerakan harga dalam rentang tertentu.
Menurut Kepala Riset di FalconX David Lawant, hal ini turut meredam volatilitas pasar. Dia menyebut, ada perubahan profil pelaku pasar opsi saat ini.
"Kini lebih banyak yang menjalankan strategi covered call overwrite, yang pada dasarnya berfungsi menurunkan volatilitas. Jika sebelumnya pelaku opsi cenderung membeli call untuk mengejar keuntungan besar, kini mereka justru menulis call demi imbal hasil moderat," jelas Lawant.
Stabilitas Bitcoin juga beriringan dengan meningkatnya dominasi investor institusional, baik melalui strategi korporasi seperti MicroStrategy milik Michael Saylor maupun kehadiran exchange-traded fund (ETF) Bitcoin di AS.
Sejak pertama kali diluncurkan pada Januari 2024, ETF Bitcoin telah menarik dana masuk bersih sekitar US$54 miliar. Adapun MicroStrategy kini tercatat menguasai Bitcoin senilai sekitar US$60 miliar.
Laporan terbaru dari Glassnode menunjukkan penurunan volume transaksi dan peningkatan nilai penyelesaian (settlement value), yang mendukung asumsi bahwa pasar kini lebih didominasi oleh investor institusional atau beraset besar, berbeda dari awal mula Bitcoin yang dikuasai investor ritel.
“Perubahan ini membantu meredam ekstremitas pasar dan menambahkan elemen disiplin harga,” kata Longoria dari GSR.