Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mulai memangkas ambisinya untuk menjalin kesepakatan dagang timbal balik secara menyeluruh.
AS kini mengalihkan fokus pada perjanjian terbatas guna menghindari pemberlakuan kembali tarif tinggi pada 9 Juli mendatang.
Melansir Financial Times, Selasa (1/7/2025), empat sumber yang mengetahui jalannya perundingan mengatakan, pejabat perdagangan AS kini mendorong tercapainya kesepakatan secara bertahap dengan negara-negara yang menunjukkan komitmen serius.
Langkah tersebut seiring dengan makin sempitnya waktu untuk menyusun perjanjian sebelum tarif baru diberlakukan.
Hal ini juga menandai penyusutan target dari rencana awal Gedung Putih yang ingin meneken 90 kesepakatan dagang dalam 90 hari masa jeda tarif timbal balik yang diumumkan Trump pada 2 April lalu.
Namun, pendekatan baru ini tetap memberikan peluang bagi sejumlah negara untuk mencapai kesepakatan awal. Pemerintah AS disebut mengincar "kesepakatan secara prinsip" yang mencakup sebagian kecil dari sengketa dagang sebelum tenggat waktu.
Baca Juga
Negara-negara yang menyepakati perjanjian terbatas ini akan terhindar dari tarif tinggi yang dirancang sebagai bentuk timbal balik, tetapi tetap dikenai bea masuk 10% sambil melanjutkan perundingan atas isu-isu yang lebih kompleks, menurut sumber-sumber tersebut.
Kendati demikian, pembicaraan tetap berlangsung rumit. Selain strategi perjanjian terbatas, pemerintahan Trump juga mempertimbangkan penerapan tarif baru pada sektor-sektor strategis, termasuk semikonduktor, farmasi, dan mineral penting.
Pendekatan dua jalur ini—ancaman tarif dan peluang kesepakatan—menegaskan tantangan besar yang dihadapi para negosiator ketika berurusan dengan Trump, yang selama ini menggunakan isu perdagangan sebagai alat tawar untuk menekan mitra dagang.
Pekan lalu, Trump menghentikan pembicaraan dagang dengan Kanada secara sepihak, yang kemudian mendorong Ottawa membatalkan pajak layanan digital yang menuai keberatan dari Washington.
Kebijakan tarif tinggi yang diumumkan Trump pada awal April memicu gejolak di pasar saham global, ditambah pelaksanaan kebijakan yang tidak konsisten dan kerap berubah arah.
Hingga saat ini, AS baru meneken perjanjian dagang dengan Inggris dan mencapai kesepakatan gencatan sementara dengan China, sementara negosiator dari negara lain masih berusaha memahami arah kebijakan selanjutnya.
Departemen Perdagangan AS sejauh ini telah membuka investigasi keamanan nasional (Section 232) terhadap sejumlah produk, termasuk tembaga, kayu, suku cadang dirgantara, obat-obatan, semikonduktor, dan mineral penting.
Sejumlah negara yang sedang berunding dengan AS juga meminta pengecualian dari tarif sektor sebesar 25% untuk kendaraan dan komponen serta 50% untuk baja dan aluminium.
Kesepakatan dagang AS-Inggris mencakup kuota tarif rendah untuk ekspor mobil Inggris serta janji negosiasi lebih lanjut untuk produk farmasi. Inggris juga mendapat keringanan tarif untuk baja dan komponen dirgantara.
Namun, ketidakjelasan tarif tambahan yang mungkin diberlakukan AS dalam waktu mendatang disebut menghambat proses perundingan.
Pada Senin (30/6/2025) waktu setempat, Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan Trump tengah menggelar pertemuan dengan tim perdagangannya untuk menetapkan tarif bagi negara-negara yang dinilai tidak bernegosiasi dengan itikad baik.
Di sisi lain, sejumlah sumber menyebut masih ada ketidakpastian apakah Trump akan benar-benar mengakhiri masa jeda 90 hari sesuai jadwal.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan bahwa kemungkinan perpanjangan tenggat tetap ada, tetapi keputusan akhir berada di tangan Trump. Dia juga memperkirakan akan ada gelombang kesepakatan menjelang batas waktu.
Pekan lalu, Bessent juga menyampaikan kepada Fox News bahwa AS sedang bernegosiasi dengan 18 mitra dagang dan optimistis perjanjian bisa dicapai selama musim panas ini.
Namun, dua putusan pengadilan pada Mei lalu yang menyatakan penggunaan wewenang darurat oleh Trump untuk menerapkan tarif timbal balik adalah inkonstitusional menambah ketidakpastian dalam proses negosiasi. Pemerintah AS telah mengajukan banding atas putusan tersebut.