Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Trump Bakal Paksa Rantai Pasok Global Makin Regional

Situasi telah berubah di mana biaya logistik rendah dan hambatan dagang minim sulit didapatkan
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg

Bisnis.com, SINGAPURA — Perang dagang yang diinisiasi Presiden AS Donald Trump berpotensi menjadi pendorong utama terbentuknya kembali rantai pasok global yang lebih pendek dan regional.

Senior Economist Emerging Asia di Natixis Trinh Nguyen menjelaskan bahwa tekanan dari perang dagang mendorong perusahaan global menata ulang strategi produksi mereka. 

Jika sebelumnya perusahaan leluasa mengimpor komponen dari berbagai negara karena biaya logistik rendah dan hambatan dagang minim maka kini situasinya berubah.

“Kalau Anda menghadapi tarif 25%, lebih baik menyelesaikan produksi di satu tempat dan membayar bea masuk untuk barang akhir,” ujar Trinh dalam sebuah lokakarya di Singapura yang diikuti Bisnis, belum lama ini.

Langkah ini, menurutnya, menyebabkan perubahan mendasar. Rantai pasok global tidak sepenuhnya terputus, tetapi mengalami penyusunan ulang (rejig) yang memperdalam integrasi dalam kawasan seperti Asia, Eropa, maupun Amerika Utara.

Trinh mencontohkan, sebelum era perang dagang, produksi mobil melibatkan pengiriman komponen lintas negara secara berulang. Kini, produsen lebih memilih membentuk rantai pasok yang terkonsentrasi dalam satu blok perdagangan, seperti kawasan perjanjian USMCA (United State-Mexico- Canada Aggrement).

Selain itu, dia melihat belakangan Asean juga melakukan semakin banyak perjanjian dagang multilateral dengan negara-negara tetangga. Bahkan, sambungnya, total nilai perdagangan mencapai US$2.171 miliar dengan mitra-mitra utama seperti AS, China, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Australia, dan India pada 2023.

“Perdagangan memang tidak berhenti, tapi mengerucut. Anda melihat penguatan rantai pasok regional, dan itu terjadi di banyak tempat,” jelasnya.

Fenomena ini dikenal dengan istilah nearshoring atau onshoring, di mana perusahaan memindahkan proses produksi lebih dekat ke pasar konsumen atau kawasan yang bebas hambatan dagang.

Trinh menilai tren tersebut bukanlah bentuk disrupsi, melainkan penataan ulang arus produksi global. Arah perdagangan akan tetap mengalir, tetapi dengan rute yang berbeda dan dengan pusat produksi yang lebih tersebar.

“China akan tetap menjadi bagian dari rantai pasok, tapi bukan lagi satu-satunya pusat. Akan muncul lebih banyak pusat baru, tergantung kawasan,” katanya.

Menurut Trinh, rantai pasok global tidak akan kembali ke pola lama. Alih-alih terintegrasi penuh secara global, perusahaan akan memperkuat jaringan regional demi efisiensi dan pengurangan risiko geopolitik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper