Bisnis.com, JAKARTA – CEO Lippo Group James Riady menjelaskan kebutuhan rumah subsidi yang menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Oleh karena itu, pihaknya menyiapkan proyek Hunian Warisan Bangsa (HWB).
James Riady menyampaikan proyek Hunian Warisan Bangsa (HWB) hadir sebagai salah satu inisiatif yang menjawab kebutuhan tersebut dengan menawarkan rumah subsidi yang tidak hanya terjangkau, tetapi juga layak huni dan manusiawi.
“Proyek ini menyasar keluarga berpenghasilan rendah yang selama ini kesulitan mengakses rumah permanen dengan fasilitas dasar. Dengan dua tipe hunian—1 dan 2 kamar tidur—HWB didesain untuk memberikan kenyamanan dasar bagi keluarga kecil tanpa membebani secara finansial,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (17/6/2025).
Unit rumah pada proyek ini tersedia dalam dua pilihan. Tipe 2 kamar tidur memiliki ukuran 2,6 meter x 10,1 meter, dengan luas tanah 26,3 meter persegi dan luas bangunan 23,4 meter persegi. Unit ini dilengkapi lantai mezzanine sebagai ruang tambahan.
Adapun, tipe 1 kamar tidur memiliki ukuran 2,6 meter x 9,6 meter, dengan luas tanah 25 meter persegi dan luas bangunan 14 meter persegi. Meski mungil, kedua tipe ini sudah dilengkapi ruang tamu, dapur, kamar mandi, teras, dan carport.
Desain rumah yang kompak dengan alur ruang yang efisien menjadi keunggulan tersendiri. Hal ini memungkinkan penghuni tetap menjalankan aktivitas rumah tangga dengan nyaman meskipun dalam keterbatasan lahan.
Baca Juga
Menurut James Riady, HWB memiliki spesifikasi teknis yang mumpuni. Rumah menggunakan struktur beton bertulang, atap baja ringan, dan penutup atap spandek. Dinding rumah menggunakan bata ringan dengan finishing mortar dan cat, sementara kamar mandi sudah dilapisi keramik.
Untuk lantai, digunakan keramik di ruang utama dan lantai antiselip di kamar mandi serta teras. Di area carport, digunakan cor beton. Instalasi listrik berdaya 900 watt serta pasokan air dari PDAM atau sumber lain yang disediakan pengembang melengkapi kebutuhan dasar hunian ini.
Cat eksterior menggunakan cat tahan cuaca (watershield), sementara bagian dalam rumah menggunakan cat interior khusus. Fasilitas sanitasi seperti kloset duduk, shower, wastafel, serta meja dapur dan sink telah tersedia di setiap unit.
Pintu dan jendela menggunakan kusen aluminium. Pintu utama dan kamar dibuat dari bahan engineering wood, sedangkan jendela dilengkapi kaca bening untuk pencahayaan alami.
Pengembang juga menyediakan paket perabot siap pakai dengan harga terjangkau, yakni Rp2,5 juta. Paket ini mencakup kompor gas satu tungku, sofa bed, gorden, satu set kasur dan bantal, kipas angin, serta lemari sederhana. Dengan demikian, rumah dapat langsung dihuni tanpa perlu pengeluaran tambahan besar.
Menurut James Riady, dengan penyediaan hunian terencana, proyek ini turut menekan pertumbuhan kawasan kumuh yang selama ini muncul akibat ketimpangan akses terhadap perumahan.
“Rumah yang dirancang dengan baik dan terhubung dengan infrastruktur dasar mendukung pembangunan kota yang lebih tertata, berkelanjutan, dan inklusif,” jelasnya.
Keterlibatan pemerintah juga tetap menjadi kunci utama. Dukungan kebijakan, insentif, dan subsidi yang tepat dapat mendorong partisipasi swasta dan memperluas cakupan program perumahan rakyat.
Meski standar hunian bervariasi antar negara, sejumlah prinsip dasar tetap berlaku dalam penyediaan rumah layak dan terjangkau, yaitu keamanan bangunan dan perlindungan dari cuaca ekstrem, privasi untuk setiap keluarga. Selain itu, akses terhadap air bersih, listrik, dan sanitasi, serta ruang memadai untuk beraktivitas harian seperti tidur, memasak, dan belajar.
“Proyek HWB menunjukkan bahwa hunian dengan prinsip-prinsip tersebut bisa diwujudkan secara nyata dan terjangkau. Rumah tidak lagi menjadi impian yang jauh, tetapi kenyataan yang dapat diraih oleh keluarga Indonesia dari berbagai latar belakang ekonomi,” papar James Riady.
Rektor Universitas Pelita Harapan Jonathan Parapak menyebutkan perumahan terjangkau bukanlah hak istimewa, melainkan kebutuhan dasar manusia. Data menunjukkan, lebih dari 12 juta keluarga di Indonesia masih hidup di hunian tidak layak. Mereka tinggal di rumah semipermanen, rumah sewa berukuran sempit, atau bahkan gubuk darurat yang tidak memenuhi standar keamanan dan sanitasi.
“Rumah layak bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga fondasi untuk kehidupan yang lebih baik,” tuturnya.
Perumahan yang layak dan terjangkau memungkinkan keluarga hidup lebih stabil, sehat, dan produktif. Selain itu, rumah juga menjadi ruang tumbuh kembang anak, tempat belajar, dan membangun relasi keluarga.