Bisnis.com, JAKARTA — Ombudsman mengungkap telah menerima setidaknya 153 laporan pengaduan masyarakat terkait koperasi sejak 2022–2024.
Ketua Ombudsman Mokhamad Naji mengatakan, pihaknya menerima 56 laporan pada 2022, 65 laporan pada 2023, dan 32 laporan pada 2024 terkait koperasi.
Adapun, substansi laporan yang banyak dilaporkan adalah terkait dengan pengawasan koperasi, pengawasan perjalanan koperasi itu sendiri, serta pembinaan koperasi.
“Jadi kalau pengawasan koperasi itu ada 39 laporan, pembinaan koperasi ada 12 laporan, pembentukan koperasi ada 8 laporan, dan lainnya sebanyak 94 laporan,” kata Naji dalam diskusi tematik bertajuk ‘Problematika Koperasi Desa Merah Putih’ di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Dia menjelaskan bahwa laporan koperasi existing selama 2022–2024 yang diterima Ombudsman bisa menjadi langkah antisipasi pemerintah dalam pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih.
“[Laporan koperasi existing] ini menjadi antisipasi kita bahwa isu-isu terkait dengan masalah pengawasan ini adalah hal yang strategis termasuk pembinaan koperasi dan pembentukan, dalam konteks bagaimana pengembangan Koperasi Desa Merah Putih ke depan,” terangnya.
Baca Juga
Terlebih, Naji menuturkan bahwa Kopdes Merah Putih merupakan contoh konkret dari praktik pelayanan publik berbasis komunitas yang mengedepankan nilai-nilai lokal, kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan, nilai-nilai partisipatif, dan nilai-nilai keberlanjutan.
“Dan yang paling penting, layanan koperasi ini akan mampu menjangkau masyarakat yang paling ujung, yang seringkali tidak disentuh oleh lembaga-lembaga keuangan formal atau keuangan mikro, dan bahkan oleh program-program negara secara makro,” tuturnya.
Untuk itu, ungkap Naji, Ombudsman memberikan tiga rekomendasi ihwal pembentuk Kopdes/Kel Merah Putih. Pertama, perlu adanya perlakuan afirmatif di dalam regulasi maupun program Kopdes Merah Putih untuk memberikan pelayanan publik yang bermutu dan menjangkau kelompok yang rentan.
Kedua, kementerian dan lembaga terkait perlu menyusun skema integratif antara pelayanan publik dan pembangunan Kopdes Merah Putih. Ketiga, pengawasan pelayanan publik harus diperluas untuk mencakup dimensi ekonomi dan sosial agar hak-hak warga negara dalam pelayanan yang berbasis koperasi tetap terlindungi dan terjamin mutunya.
“Saya percaya bahwa koperasi bukan sekedar instrumen ekonomi, dia adalah ekspresi keberdayaan dan ekspresi kebudayaan warga, dan ketika warga berdaya maka pelayanan publik pun akan semakin adil efektif dan berkelanjutan. Masyarakat akan merasakan dampak nyata dari kehadiran koperasi itu sendiri,” tandasnya.