Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli membantah anggapan sejumlah pihak yang menyebut bahwa program bursa kerja atau job fair hanya formalitas belaka.
Dia mengatakan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan merilis data total tenaga kerja yang terserap dari Job Fair 2025 yang digelar pada 22-23 Mei 2025.
“Kita akan rilis [data tenaga kerja],” kata Yassierli ketika ditemui di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
Kendati begitu, Yassierli menyebut, butuh waktu bagi Kemnaker untuk merilis data tersebut. Mengingat, kata dia, dari pihak perusahaan selaku penyedia lowongan kerja masih melakukan sejumlah proses seleksi pasca Job Fair 2025 berlangsung.
Yassierli menyampaikan, butuh waktu bagi perusahaan untuk merampungkan proses seleksi, yang diperkirakan memakan waktu 1-2 bulan.
“Jadi ungkapan bahwa Job Fair itu formalitas menurut saya kurang pas lah,” ujarnya.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, Kemnaker telah menggelar Job Fair 2025 yang digelar pada 22-23 Mei 2025. Program tersebut setidaknya melibatkan 112 perusahaan dengan menawarkan 53.107 lowongan pekerjaan.
Program ini merupakan wujud pemerintah dalam mempertemukan pencari kerja dengan penyedia lapangan kerja, untuk membantu memberikan pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi masyarakat dalam rangka mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Kajian Sosial dan Ketenagakerjaan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Muhammad Hanri dalam laporannya menyoroti keberlanjutan program job fair.
Dia mengatakan, dari sisi kebijakan ketenagakerjaan, keberlanjutan program job fair masih menjadi pekerjaan rumah. Menurutnya, minimnya sistem monitoring pasca acara menyebabkan banyak potensi perbaikan yang tidak tertangkap.
Dia menilai, evaluasi yang bersifat longitudinal, seperti pelacakan keberhasilan penempatan, stabilitas kerja, atau peningkatan keterampilan, belum menjadi bagian dari prosedur standar.
“Akibatnya banyak job fair cenderung bersifat seremonial, menjadi ajang formalitas tahunan, alih-alih bagian dari ekosistem pembangunan tenaga kerja yang berorientasi jangka panjang,” kata Hanri dalam laporannya, dikutip Kamis (5/6/2025).
Menurutnya, perlu adanya perubahan pendekatan yang lebih sistemik untuk memperkuat dampak dan keberlanjutan job fair. Dalam hal ini, Hanri menyebut bahwa pemerintah dapat menjadikan job fair sebagai titik masuk pemetaan kebutuhan keterampilan sektoral, dan ditindaklanjuti melalui pelatihan berbasis industri.
Selain itu, pemerintah dapat mengintegrasikan job fair dengan program pemagangan, skema subsidi upah awal, dan dukungan mobilitas kerja lintas wilayah untuk memperluas daya jangkauannya.
“Dengan desain kebijakan yang lebih terhubung dan berorientasi tindak lanjut, job fair berpotensi menjadi lebih dari sekadar acara tahunan, melainkan bagian dari transformasi ekosistem pasar kerja yang lebih responsif dan adaptif,” pungkasnya.