Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kelapa Bulat Kena Pungutan Ekspor, Mendag Putuskan Minggu Ini

Kemendag akan memutuskan kebijakan pungutan ekspor kelapa bulat pada minggu ini.
Ilustrasi kelapa bulat
Ilustrasi kelapa bulat

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan kabar terbaru ihwal pengenaan tarif pungutan ekspor (PE) kelapa bulat. Kebijakan ini digulirkan seiring dengan terjadinya krisis kelapa bulat di dalam negeri.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan pihaknya baru merencanakan untuk memutuskan tarif PE pada pekan ini. Dia menyebut pengenaan PE kelapa bulat ini untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dalam negeri dan ekspor. 

“Minggu ini rencananya kita akan putuskan mengenai PE [pungutan ekspor]. Jadi nanti ekspor kelapa bulat akan dikenakan PE, dengan harapan akan terjadi keseimbangan antara kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Besok disepakati dulu,” kata Budi saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Sayangnya, Budi menyebut pihaknya belum memutuskan besaran persentase tarif yang bakal dikenakan. “Nanti mau disepakati dalam rapat [persentase pengenaan PE kelapa bulat]. Ya, besok,” tuturnya.

Kendati demikian, dia menjelaskan PE ini dilakukan sebagai satu cara supaya agar hilirisasi tetap berjalan. Terlebih, ungkap dia, masalah utama dari kelapa bulat adalah terkait harga.

Budi menuturkan permasalahan kelapa bulat ini terjadi lantaran harga yang diekspor lebih tinggi dibandingkan di dalam negeri. Alhasil, petani lebih memilih untuk mengekspor komoditas ini.

“Tapi kita akan cari solusinya. Kan kalau semua diekspor nanti takutnya juga kebutuhan industrinya berkurang. Nah kita cari solusinya supaya tidak semua diekspor, sehingga kebutuhan dalam negeri tercukupi,” terangnya.

Sebelumnya,  Ketua Harian Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (Hipki) Rudy Handiwidjaja mengatakan bahwa pemerintah perlu mengenakan pungutan ekspor (PE) kelapa di kisaran 100–200% untuk menekan laju ekspor kelapa bulat. Sebab, selama ini komoditas ini tidak dikenakan tarif pajak.

Rudy mengungkap kelapa bulat tengah dalam krisis dan ditambah dengan ekspor yang melonjak ke China. Kurangnya bahan baku ini bukan hanya terjadi di konsumsi rumah tangga alias pasar tradisional, melainkan juga untuk industri.

Berdasarkan data Hipki, harga kelapa di pasar tradisional kini dibanderol di kisaran Rp25.000–Rp30.000 per butir. Di samping harganya yang melonjak, komoditas ini juga sulit ditemukan lantaran produksi kelapa di industri yang hanya mencapai 40%—50%.

Rudy menjelaskan, kondisi ini terjadi lantaran dipengaruhi dua faktor. Pertama, imbas cuaca tahun lalu, di mana terjadi El Nino yang menyebabkan produksi kelapa di tingkat petani hanya mencapai 40%.

“Ditambah lagi karena semua negara-negara itu kekurangan kelapa dan sudah tidak boleh ekspor, hanya Indonesia yang boleh ekspor, sehingga negara-negara dari luar itu membeli kelapa dari Indonesia,” katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper