Bisnis.com, JAKARTA – Bank Negara Malaysia (BNM) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya, namun memberikan sinyal pelonggaran guna mengalirkan dana segar ke sistem perbankan nasional.
Sinyal pelonggaran ini dilakukan di tengah meningkatnya risiko perlambatan ekonomi akibat kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
Melansir Bloomberg, Kamis (8/5/2025), BNM memutuskan mempertahankan suku bunga overnight policy rate OPR di level 3%. Langkah ini sejalan dengan prediksi 20 dari 25 ekonom dalam survei Bloomberg.
Sementara itu, lima ekonom sisanya memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin, pertama kalinya ekspektasi pelonggaran kembali muncul sejak Mei 2023.
“Pada level OPR saat ini, kebijakan moneter dinilai sejalan dengan proyeksi inflasi dan pertumbuhan,” demikian pernyataan resmi BNM.
Namun, BNM melihat adanya risiko perlambatan dan tetap waspada terhadap dinamika yang berlangsung untuk menilai prospek inflasi dan pertumbuhan dalam negeri.
Baca Juga
BNM memberikan sinyal pelonggaran dengan memangkas rasio cadangan wajib (SRR) menjadi 1% dari 2% sebelumnya. Pemangkasan ini diperkirakan akan mengguyur likuiditas senilai 19 miliar ringgit (setara US$4,45 miliar) ke dalam sistem perbankan.
Meski begitu, BNM menegaskan bahwa SRR adalah instrumen likuiditas dan bukan penanda arah kebijakan moneter. Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa pemangkasan SRR sering kali menjadi pendahulu pemangkasan suku bunga.
Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, bank sentral kali ini tidak menyebut bahwa kebijakan saat ini masih mendukung perekonomian, yang oleh para analis dianggap sebagai sinyal sikap yang lebih dovish.
Analis pasar senior BNY di Hong Kong Wee Khoon Chong mengatakan peluang pelonggaran kini semakin terbuka. Meski begitu, ia menilai BNM kemungkinan akan tetap menahan suku bunga dalam waktu dekat sambil menanti dampak lanjutan dari negosiasi dagang dengan AS.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Malaysia sebesar 4,5% hingga 5,5% juga berpotensi direvisi turun, seiring dengan negara-negara tetangga yang mulai memangkas suku bunga lebih cepat untuk menghadapi berakhirnya jeda tarif AS dalam 90 hari ke depan.
“Secara keseluruhan, risiko terhadap prospek pertumbuhan masih cenderung negatif, terutama akibat perlambatan di negara mitra dagang utama, lemahnya sentimen, dan produksi komoditas yang lebih rendah dari ekspektasi,” ujar BNM.
Namun, hasil negosiasi dagang yang positif, kebijakan pro-pertumbuhan dari ekonomi besar, serta lonjakan sektor pariwisata bisa menopang pertumbuhan Malaysia.
BNM menegaskan akan menjaga agar kebijakan moneternya tetap kondusif bagi pertumbuhan berkelanjutan dengan stabilitas harga.
Analis OCBC Lavanya Venkateswaran mengatakan pernyataan BNM kali ini jelas lebih dovish dibanding sebelumnya.
”Ini membuka ruang bagi pemangkasan suku bunga, meski tidak dalam waktu dekat,” ungkapnya.
OCBC memprediksi BNM akan memangkas suku bunga sebesar total 50 basis poin pada 2026, namun kebijakan bisa dimajukan ke paruh kedua tahun ini. Pertemuan berikutnya dijadwalkan pada Juli 2025.
Ikuti Langkah The Fed
Keputusan BNM menahan suku bunga acuan sejalan dengan langkah Federal Reserve atau The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4,25%—4,50% dalam Federal Open Market Committee atau FOMC periode Mei 2025.
The Fed mempertahankan suku bunga dalam tiga pertemuan berturut-turut atau yang berlaku sejak Desember 2024. Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral mencermati naiknya risiko tingkat pengangguran dan inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi.
"Untuk mendukung tujuan kami, hari ini FOMC memutuskan untuk tidak mengubah suku bunga kebijakan," ujar Powell pada Rabu (7/5/2025) waktu AS atau Kamis (8/5/2025) dini hari waktu Indonesia.
The Fed mencermati pertumbuhan ekonomi yang tipis pada kuartal I/2025 yang mencerminkan perubahan ekspor. Menurut Powell, terdapat kemungkinan para pengusaha AS mempercepat impor untuk mengantisipasi kebijakan tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump.
"Kami di The Fed akan melakukan apapun yang kami bisa untuk mencapai sasaran ketenagakerjaan maksimum dan stabilitas harga," ujarnya.