Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen Mebel Desak Pemerintah Evaluasi Aturan Baru Karantina yang Hambat Ekspor

Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menilai aturan baru terkait karantina sejumlah komoditas dapat menghambat laju ekspor.
Pegawai merapikan mebel di salah satu gerai di Jakarta, Senin (4/3/2024). /Bisnis-Himawan L Nugraha
Pegawai merapikan mebel di salah satu gerai di Jakarta, Senin (4/3/2024). /Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) mendesak pemerintah untuk menunda kebijakan baru Badan Karantina Indonesia yang dapat menghambat laju ekspor produk industri mebel dan kerajinan. 

Adapun, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Badan Karantina Indonesia No 5/2025 yang telah berlaku sejak akhir Februari 2025. Aturan ini menambah panjang dokumen pemeriksaan karantina untuk sejumlah komoditas, termasuk kayu sebelum diekspor. 

Ketua Himki Abdul Sobur mengatakan, peraturan tersebut menyebabkan tambahan biaya yang tinggi, prosedur yang berbelit, serta risiko keterlambatan ekspor. Alhasil, kebijakan ini justru berpotensi merusak daya saing produk nasional di pasar global.

"Ironisnya justru bertolak belakang dengan program nasional percepatan ekspor industri kreatif. Kami mempertanyakan dasar penyusunan aturan ini yang tidak memperhatikan karakteristik industri mebel dan kerajinan," kata Sobur dalam keterangan resminya, Selasa (29/4/2025). 

Padahal, mayoritas pelaku usaha di sektor ini merupakan UMKM berbasis bahan alami, bukan komoditas mentah yang berisiko karantina tinggi. Aturan ini justru meningkatkan biaya produksi imbas kewajiban sertifikasi karantina terhadap produk yang telah melalui proses manufaktur. 

Hal ini tentunya dapat mengganggu logistik ekspor yang menyebabkan keterlambatan pengiriman ke buyer internasional. Sobur pun khawatir kontrak ekspor akan hilang karena ketidakpastian prosedur dan lead time.

Kebijakan baru ini juga dapat berisiko pada turunnya daya saing Indonesia dibanding Vietnam, Malaysia, dan Filipina yang lebih progresif dalam simplifikasi ekspor.

"Kami memandang penerapan peraturan ini tanpa mekanisme khusus untuk barang jadi sebagai bentuk kebijakan yang tidak adil, yang menempatkan produk industri kreatif setara dengan bahan mentah, dan ini berpotensi menurunkan kontribusi ekspor sektor ekonomi kreatif nasional," jelas Sobur.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk menunda implementasi peraturan ini sampai ada revisi dan konsultasi dengan sektor industri terdampak.

Tak hanya itu, pelaku usaha mebel juga meminta agar aturan karantina tersebut mengecualikan produk finished goods dari ketentuan wajib pemeriksaan karantina fisik.

Selanjutnya, menyusun regulasi yang mendukung kemudahan ekspor dan pertumbuhan sektor mebel dan kerajinan nasional dan melakukan koordinasi lintas kementerian agar kebijakan perdagangan tidak kontradiktif satu sama lain.

“Kami mengingatkan, keberhasilan ekspor Indonesia tidak cukup hanya dengan promosi dan pameran. Diperlukan kebijakan yang konsisten, sinkron, dan berpihak pada pelaku industri,” pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper