Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Badai PHK: Kelas Menengah Bawah Kerepotan, Bos Perusahaan Tetap Aman

Maraknya penutupan perusahaan yang berujung PHK menjadi masalah serius bagi masyarakat kelas menengah bawah, ketika para pemilik dapat membentuk bisnis lain.
Sejumlah simpatisan Partai Buruh membawa poster saat berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Selatan, kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (14/1/2023). Partai Buruh menyuarakan agar pemerintah mendengarkan suara pekerja perempuan untuk memperoleh cuti haid dan tak mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak serta menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. / ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra-YU
Sejumlah simpatisan Partai Buruh membawa poster saat berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Selatan, kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (14/1/2023). Partai Buruh menyuarakan agar pemerintah mendengarkan suara pekerja perempuan untuk memperoleh cuti haid dan tak mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak serta menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. / ANTARA FOTO-Aditya Pradana Putra-YU

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam melihat tren pemutusan hubungan kerja/PHK masih terus terjadi dan menekan masyarakat kelas menengah bawah

Piter menjelaskan bahwa kelompok menengah bawah menjadi paling rentan terhadap gejolak yang terjadi. Umumnya, PHK terjadi kepada kelompok tersebut, bukan jajaran eksekutif seperti direksi—meski kemungkinannya tetap ada. 

Sekalipun perusahaan bangkrut dan menutup sumber mata pencaharian karyawannya, para direktur belum tentu kehilangan pekerjaannya.

“Dia punya jabatan direktur di tempat lain juga seringkali. Jadi, maraknya PHK itu umumnya itu mengenai buruh. Sehingga penurunan daya beli ini pun terjadinya pada kelompok menengah bawah,” jelas Piter dalam diskusi IMF Memprediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025—2026 Hanya 4,7%: Indonesia Bisa Apa?, Senin (28/4/2025). 

Permasalahan yang terjadi, pemerintah masih enggan mengakui pelemahan daya beli masyarakat, padahal telah dibuktikan dengan maraknya PHK dan turunnya indeks penjualan. 

Sekalipun data penjualan mobil listrik mengalami peningkatan hingga 70,46% (month to month/MtM) pada Maret 2025, konsumsi yang masih berlanjut tersebut berasal dari kelas atas and bukan menengah bawah. 

Sementara kelas menengah bawah harus berjuang untuk menjaga konsumsi usai terkena PHK.  

“Kelompok kaya semakin kaya. Bahkan ketika kita mengalami pandemi, kelompok kaya kita justru kekayaannya meningkat,” ujarnya. 

Penurunan daya beli tersebut pun tercermin dari penjualan yang turut mengalami koreksi. 

Bank Indonesia memproyeksikan Indeks Penjualan Riil (IPR) Maret 2025, masa Ramadan dan menjelang Idulfitri, tercatat tumbuh meski tipis ke level 236,7 dari 235,4 pada Maret 2024 atau tumbuh 0,5% (year on year/YoY) dan 8,3% (MtM). 

Meski tumbuh, IPR terpantau lebih lambat dari Maret 2024 yang mencapai 9,3% (YoY) maupun dari Februari 2025 yang sebesar 2%. 

Padahal, tren IPR pada tahun-tahun sebelumnya pada momen Ramadan dan Idulfitri mampu naik drastis, namun hal tersebut tidak terjadi pada tahun ini.

“Menurunnya daya beli, PHK, menurunnya daya beli, menurunnya penjualan, yang artinya konsumsi, itu kemudian mendorong inflasi yang jauh lebih rendah. Kenapa? Ini berarti ada tekanan permintaan,” lanjut Piter. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 diperkirakan tetap positif di tengah ketidapastian global. 

Sri Mulyani memandang konsumsi rumah tangga tetap baik didukung belanja Pemerintah terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), belanja sosial, dan berbagai insentif lainnya, serta peningkatan musiman permintaan selama perayaan Idulfitri 1446 H.

“Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025  akan mencapai sekitar 5%,” tuturnya dalam konferensi pers, Kamis (24/4/2025). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper