Bisnis.com, JAKARA – Jepang dan Vietnam sepakat mempererat perdagangan bilateral dan menegaskan komitmen menjaga arus perdagangan bebas berbasis aturan internasional.
Melansir Reuters, Senin (28/4/2025), kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba dengan Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh di Hanoi hari ini.
Kedua negara saat ini juga tengah berunding dengan Washington untuk menghindari ancaman tarif impor Presiden AS Donald Trump.
Kunjungan Ishiba ke Vietnam, yang akan dilanjutkan dengan lawatan ke Filipina keesokan harinya, menjadi bagian dari intensifnya diplomasi tingkat tinggi di Asia Timur, seiring ketidakpastian global yang membayangi akibat ancaman tarif Trump.
"Ketidakpastian ekonomi dunia kian meningkat, dan dampaknya terhadap kawasan Asia Tenggara mulai terasa nyata," ujar Ishiba seperti dilansir Reuters.
Dalam beberapa pekan terakhir, Vietnam menerima kunjungan Presiden China Xi Jinping dan sejumlah pejabat tinggi Korea Selatan, sementara Jepang menggelar pertemuan trilateral dengan China dan Korea Selatan.
Baca Juga
Pada awal April, Gedung Putih menjatuhkan tarif bilateral sebesar 46% terhadap Vietnam dan 24% terhadap Jepang. Meski penerapannya ditangguhkan hingga Juli seiring berlangsungnya negosiasi, bea masuk sebesar 10% tetap berlaku atas seluruh produk impor ke AS, yang merupakan pasar utama bagi kedua negara.
"Kami akan bekerja sama mempertahankan tatanan internasional yang bebas dan terbuka berdasarkan prinsip hukum," tegas Ishiba dalam konferensi pers bersama Chinh.
Vietnam saat ini menjadi pusat perakitan utama bagi korporasi besar Jepang seperti Honda, Canon, dan Panasonic, dengan total investasi Jepang di Vietnam mencapai US$78 miliar, berdasarkan data Kementerian Keuangan Vietnam. Bank-bank Jepang juga menguasai kepemilikan strategis di beberapa lembaga keuangan utama Vietnam.
"Kedua negara menyepakati pentingnya mempertahankan sistem perdagangan bebas global yang berpijak pada aturan internasional," kata Chinh seusai penandatanganan empat perjanjian kerja sama.
Adapun perjanjian kerja sama tersebut antara lain terkait perdagangan produk transisi energi dan pengembangan penelitian semikonduktor. Detail isi perjanjian tersebut tidak diumumkan dan belum dapat dipastikan apakah terdapat komitmen finansial yang mengikat.
Sementara itu, dalam pertemuan terpisah, pemimpin tertinggi Vietnam To Lam mendesak Jepang untuk memperluas investasinya di sektor infrastruktur, menurut laporan resmi pemerintah.
Jepang terlibat dalam studi awal pembangunan kereta cepat yang akan menghubungkan Hanoi dengan pusat bisnis di Ho Chi Minh, proyek infrastruktur terbesar Vietnam yang diperkirakan menelan biaya US$67 miliar.
Namun, bidang perkeretaapian tidak disebutkan secara spesifik dalam daftar kerja sama yang diumumkan. Vietnam sebelumnya menyatakan berencana membiayai proyek tersebut sebagian besar dari sumber dana domestik.