Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkeu Wanti-wanti Tren Rasio Pajak Jakarta Turun Sejak 2022

Kemenkeu mencatat rasio pajak Jakarta pada 2024 berada di kisaran sebesar 1,20. Namun, tren tersebut menurun sejak 2022.
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyoroti tren penurunan local tax ratio atau rasio pajak daerah di Provinsi Jakarta. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menyampaikan bahwa rasio pajak Jakarta pada 2024 berada di kisaran sebesar 1,20. Jumlah tersebut sedikit di bawah rata-rata nasional yang sebesar 1,21. 

Meski angkanya relatif sejajar, tren penurunannya menjadi perhatian Kemenkeu. Dalam lima tahun terakhir, dia memaparkan bahwa local tax ratio Jakarta bergerak fluktuatif dan cenderung menurun sejak 2022. 

“Nasional total untuk local tax ratio kita anggarkan semua itu 1,21, hampir sama [dengan Jakarta] Tapi kalau kita lihat ini ada tren penurunan 2023-2024 ini. Nah, gimana ini bisa kita tingkatkan terus,” jelasnya dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJMD 2025–2029 dan RKPD 2026 Provinsi DKI Jakarta, dikutip Kamis (24/4/2025).

Pasalnya, kata dia, peningkatan local tax ratio dinilai penting untuk mendukung program-program pembangunan karena membutuhkan anggaran. 

Kemenkeu mengusulkan sejumlah strategi optimalisasi Pendapatan Daerah dari Retribusi dan Pajak Daerah (PDRD) yang disebut untuk mendukung Jakarta sebagai Kota Global. 

Beberapa contohnya, seperti Optimalisasi penerapan kebijakan BBNKB serta Pemungutan PKB dan PKB Progresif, Optimalisasi kembali penerimaan dari PBB-P2 dan PBJT atas jasa parkir, Pemberian insentif fiskal PDRD bagi pelaku usaha dan Penerapan Electronic Road Pricing (ERP) sebagai bentuk retribusi jasa umum

Di lain sisi, Lucky juga mendorong Jakarta untuk mulai mengembangkan pendekatan pembiayaan alternatif, termasuk creative financing. Dia menekankan bahwa mengandalkan anggaran murni saja tidak cukup untuk melakukan percepatan pembangunan.

“Kita tahu kalau kita hanya mengandalkan dari anggaran, itu mungkin kita gak bisa melakukan lompatan besar gak akan bisa. Nah, bagaimana kita bisa mencari alternatif-alternatif pembiayaan,” jelasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper