Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Tarif Trump, Industri Elektronik Lebih Ngeri TKDN & Pertek Dihapus

Industri elektronik was-was dampak pelonggaran tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan penghapusan syarat impor pertimbangan teknis (Pertek).
Pengunjung mengamati barang elektronik yang dipajang toko Electronic City Indonesia, di KotaKasablanka, Jakarta, Jumat (29/3/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Pengunjung mengamati barang elektronik yang dipajang toko Electronic City Indonesia, di KotaKasablanka, Jakarta, Jumat (29/3/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Perusahaan Industri Elektronika dan Alat Listrik Rumah Tangga (Gabel) mengaku khawatir dengan dampak dari pelonggaran kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan penghapusan syarat impor pertimbangan teknis (Pertek). 

Pasalnya, kedua kebijakan tersebut merupakan bentuk dari non-tariff measures atau hambatan non-tarif dalam perdagangan yang berfungsi untuk perlindungan industri dalam negeri.

Sekjen Gabel Daniel Suhardiman mengatakan dampak dari pelonggaran dua kebijakan tersebut berisiko lebih berbahaya jika dibandingkan dengan perang dagang maupun pengenaan tarif resiprokal AS.

"Perang dagang, pengenaan tarif resiprokal, dan sebagainya, yang kita khawatirkan bukan barang dari Amerika masuk, atau kita tidak bisa ekspor ke Amerika," kata Daniel dalam forum diskusi, dikutip Jumat (18/4/2025).

Sebab, dalam catatannya, kinerja ekspor industri elektronik ke AS kurang lebih hanya mencapai US$300 juta. Pihaknya justru lebih cemas terhadap risiko banjir impor produk murah ke pasar domestik, utamanya dari China.

Indonesia dapat mengantisipasi risiko perang dagang maupun pengenaan tarif dengan memperkuat non-tariff measures (NTM). Dengan demikian, produk impor dapat bersaing dengan adil dengan produk industri lokal.

"Sebenarnya mudah, apabila kita ingin menekan produk itu masuk, kita perlu terapkan non-tariff measure. Instrumen ini umum digunakan oleh negara lain untuk mengamankan pasar dalam negerinya,” tuturnya.

Menurut Daniel, Amerika Serikat berani menerapkan bea masuk impor karena mereka memiliki NTM yang begitu banyak hingga 4.600 instrumen. Hal serupa juga diterapkan di sejumlah negara Eropa, bahkan China, yang memiliki lebih dari 1.500 NTM. Sedagkan, Indonesia hanya memiliki sekitar 207 NTM.

“Apabila dibandingkan dengan negara di Asean, seperti Thailand dan Filipina, NTM Indonesia tidak ada setengahnya dari mereka,” imbuhnya.

Mengenai kondisi tersebut, Gabel selalu menekankan pentingnya pertimbangan teknis (pertek) untuk mengendalikan impor masuk di pasar domestik.

Maka itu, dengan adanya Permendag 8/2024 yang menghilangkan pertek, Gabel menilai itu artinya tidak mendukung keberlangsungan industri dalam negeri, bahkan bisa mematikan daya saing.

“Kami ini produsen, tidak ada masalah dengan adanya penerapan pertek. Karena selama ini yang dikenakan pertek itu kan untuk impor barang jadi, bukan untuk pertek bahan baku,” jelasnya.

Dia pun mewanti-wanti pemerintah untuk tidak cemas dengan isu investor ragu imbas kebijakan TKDN dan pertek. Pasalnya, dengan penerapan dua kebijakan tersebut justru tetap dapat menarik investasi. 

Di sisi lain, apabila TKDN dan Pertek dilonggarkan, Daniel mengungkap sudah banyak sinyal dari produsen atau pabrikan elektronik nasional yang ingin kabur ke luar negeri. 

"Kalau indikasinya [investor kabur] sudah ada, beberapa perusahaan jangankan menunggu, begitu Pak Prabowo bicara di Sarasehan 2025 itu sudah pada ancang-ancang, 'Oh gak perlu lagi pertek siap-siap assemblynya tutup," ungkapnya. 

Padahal, menurut Daniel, makin banyak pihak yang terlibat dalam membangun perakitan, maka skala ekonomis akan tercapai. Setelah itu mulai tumbuh industri komponen, yang kemudian mendorong berkembangnya industri bahan baku.  

"Namun, seluruh rantai ini bisa terputus jika pemerintah terus-menerus mengganti kebijakan," terangnya.

Lebih lanjut, Daniel menuturkan bahwa selama ini pemerintah sudah cukup fleksibel dalam mengatur TKDN. Dalam aturannya, investor dapat memenuhi TKDN hanya dengan membangun pabrik perakitan. 

"Jadi mereka bisa mulai dengan assembly dulu, tidak harus perlu langsung membuat manufakutr, mulai assembly dulu sudah ada tkdn nya, sudah bisa mengimpor bahan baku maupun semi finished tanpa harus kena pertek, sudah bisa, itu fleksibel," pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper