Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Okupansi Hotel Februari 2025 Turun, Imbas Efisiensi Anggaran Prabowo?

Tingkat penghunian atau okupansi hotel di Indonesia mencapai 37,16% pada Februari 2025 atau turun 1,16% dibandingkan Januari 2025. Apa penyebabnya?
Ilustrasi check in hotel/siteminder
Ilustrasi check in hotel/siteminder

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel pada Februari 2025 mengalami penurunan, baik klasifikasi bintang maupun nonbintang.

BPS dalam laporannya mencatat, tingkat penghunian atau okupansi hotel di Indonesia mencapai 37,16% pada Februari 2025 atau turun 1,16% poin dibandingkan Januari 2025 sebanyak 38,32%. Khusus untuk hotel bintang, TPK mencapai 47,21% pada Februari 2025. 

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah menyampaikan, TPK hotel klasifikasi bintang pada Februari 2025 mengalami penurunan, baik secara bulanan maupun tahunan.

“TPK Februari 2025 mencapai 47,21% atau turun baik bulanan maupun tahunan sebesar 1,17% MtM dan 2,24% YoY,” kata Habibullah dalam konferensi pers, dikutip Jumat (11/4/2025).

Secara spasial, TPK hotel bintang tertinggi tercatat di Daerah Khusus Jakarta sebesar 59,07%, diikuti oleh Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Sementara, TPK hotel bintang terendah tercatat di Papua Barat, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sulawesi Barat.

Secara kumulatif Januari-Februari 2025, TPK hotel bintang mencapai 47,83% atau turun 0,26 poin dibanding periode yang sama tahun lalu. 

Sementara itu, TPK hotel nonbintang pada Februari 2025 mencapai 23,17%. TPK hotel nonbintang tertinggi terjadi di Daerah Khusus Jakarta yang mencapai 44,51% pada Februari 2025, diikuti Bali 36,35% dan Kepulauan Riau 31.73%. 

BPS mencatat, TPK hotel nonbintang terendah terjadi di Papua Pegunungan yang hanya mencapai 10,55%.

Dibandingkan tahun  sebelumnya, TPK hotel nonbintang di Indonesia turun 3,10 poin. Bila dibandingkan Januari 2025, TPK hotel nonbintang juga turun sebesar 1,22 poin dari sebelumnya 24,39%.

Secara kumulatif, BPS melaporkan bahwa TPK hotel nonbintang mencapai 23,81% atau turun 1,63 poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Adapun, berdasarkan klasifikasi bintang dari Januari ke Februari 2025, seluruh klasifikasi hotel mengalami penurunan TPK.

Masih merujuk data BPS, hotel bintang 5 mengalami penurunan TPK terdalam yaitu 3,37 poin, diikuti penurunan TPK hotel bintang 2, dan hotel bintang 4 sebesar 1,28 poin. Hotel bintang 3 turun tipis sebesar 0,23 poin.

Secara kumulatif, TPK hotel Indonesia mencapai 37,77% pada Januari-Februari 2025 atau turun 0,51 poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Sebagian besar klasifikasi hotel mengalami penurunan, di mana penurunan TPK terdalam tercatat pada hotel nonbintang sebesar 1,63 poin. Sementara itu, hotel bintang 2 mengalami kenaikan tertinggi yaitu naik 0,78 poin,” demikian bunyi laporan Perkembangan Januari-Februari 2025 BPS.

Dampak Efisiensi

Sementara itu, dampak dari kebijakan penghematan anggaran pemerintah mulai dirasakan oleh industri perhotelan. Tercatat pada akhir Maret 2025, dua hotel milik Sahira Hotels Group di Bogor, Jawa Barat berhenti beroperasi.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengaku khawatir kondisi ini terus berlanjut jika pemerintah tidak segera merealisasikan sisa pemangkasan anggaran atau 50% dari anggaran perjalanan dinas.

“Pemotongan anggaran sudah mulai memakan korban. Kami khawatir bila terus-terusan seperti ini akan lebih banyak korban hotel tutup operasi,” kata Hariyadi kepada Bisnis, Kamis (27/3/2025).

Penutupan hotel lantaran defisit operasional menjadi salah satu opsi dalam survei yang dilakukan PHRI dan Horwath HTL mengenai dampak kebijakan penghematan anggaran terhadap industri perhotelan.

Melibatkan 726 pelaku industri perhotelan di 30 provinsi, 88% responden memperkirakan akan membuat keputusan sulit dengan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK para pekerja demi mengurangi biaya pengupahan.

Lalu, 58% mengantisipasi potensi gagal bayar pinjaman kepada bank dan 48% memproyeksikan adanya penutupan hotel karena defisit operasional.

Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025, memerintahkan penghematan anggaran hingga Rp306,69 triliun.

Secara spesifik, Kepala Negara meminta kementerian/lembaga menghemat belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.

Sementara kepada kepala daerah, Prabowo meminta untuk membatasi kegiatan yang bersifat seremonial, bahkan meminta perjalanan dinas dipotong hingga 50%.

Sayangnya, Hariyadi menyebut pemerintah hingga saat ini, tidak merealisasikan sisa pemangkasan anggaran atau 50% dari anggaran perjalanan dinas.

Alih-alih menggunakan 50% sisa anggaran perjalanan dinas, pemerintah justru menahan belanja perjalanan dinas dengan tidak menggelar kegiatan di hotel-hotel.

Jika kondisi ini terus berlanjut, Hariyadi memperkirakan tidak hanya daily worker yang terdampak tetapi juga pekerja kontrak seperti di bagian food & beverage (F&B) dan resepsionis.

“Pokoknya kalau ini enggak jalan ya udah otomatis mereka menempuh 88%, kan mereka menjawab pasti mereka akan melakukan pengurangan yang lebih signifikan lagi,” tutur Hariyadi dalam konferensi pers, Minggu (23/3/2025).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper