Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Deflasi Dua Bulan Beruntun, Imbas Perang Dagang Lawan Trump

China mengalami deflasi selama dua bulan beruntun seiring dengan tensi perang dagang yang meningkat dengan AS, memberikan tekanan lebih besar pada harga.
Bendera China di Museum Nasional China, Beijing. Bloomberg
Bendera China di Museum Nasional China, Beijing. Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - China mengalami deflasi selama dua bulan beruntun seiring dengan tensi perang dagang yang meningkat dengan AS memberikan tekanan lebih besar pada harga barang.

Data Biro Statistik Nasional (NBS), China mencatat indeks harga konsumen atau inflasi China turun 0,1% secara year on year (yoy) pada Maret 2025 dibandingkan dengan penurunan 0,7% pada bulan sebelumnya. Sementara itu, perkiraan median ekonom yang disurvei oleh Bloomberg adalah 0%.

Inflasi inti China, yang mengecualikan barang-barang yang mudah berubah seperti makanan dan energi, pulih menjadi 0,5% pada bulan Maret dari minus 0,1% pada bulan sebelumnya. Deflasi pabrik bertahan selama 30 bulan, dengan indeks harga produsen mencatat penurunan yang lebih cepat sebesar 2,5% dibandingkan dengan 2,2% pada bulan Februari.

Dong Lijuan, Kepala Ahli Statistik NBS, mengatakan cuaca yang lebih hangat menyebabkan penurunan harga pangan yang mendorong inflasi bulanan. Dia juga menunjuk pada penurunan biaya minyak dan mengatakan lebih sedikit wisatawan setelah liburan panjang turut menekan harga perjalanan.

"Dampak kebijakan dari peningkatan permintaan konsumen secara bertahap muncul," kata Dong dikutip dari Bloomberg, Kamis (10/4/2025).

Kepala ekonom China Raya di ING Bank NV, Lynn Song menyebut, kelanjutan deflasi ini memperkuat alasan bank sentral China untuk pemangkasan suku bunga. Song juga menurunkan perkiraan inflasi China 2025 menjadi nol dari 0,7%. 

Para pemimpin utama China bersiap untuk bertemu pada Kamis waktu setempat untuk membahas stimulus ekonomi tambahan.

“Inflasi CPI gagal bangkit di atas ambang batas nol pada bulan Maret karena tekanan harga terus berlanjut secara menyeluruh. Dikombinasikan dengan eskalasi tarif yang tajam, hal ini menciptakan peluang yang tepat bagi People's Bank of China (PBOC) untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter," jelas Song.

Urgensi untuk melakukan reflasi ekonomi meningkat sementara konflik perdagangan dengan AS meningkat. Beijing sebelumnya telah menyusun rencana untuk memompa stimulus fiskal dan menjadikan peningkatan konsumsi domestik sebagai prioritas tahun ini.

Meski liburan Tahun Baru Imlek yang lebih awal dari biasanya membantu menaikkan harga pada awal tahun 2025, risiko deflasi telah meningkat sejak saat itu karena ketegangan antara AS dan China meningkat menjadi siklus kenaikan tarif yang saling berbalas. 

Harga dapat mengalami pelemahan lebih lanjut jika eksportir mengalihkan beberapa barang ke pasar domestik atau jika negara lain yang menghadapi tarif AS yang lebih tinggi mengalihkan produk mereka ke China.

Investor di pasar saham sebagian besar mengabaikan prospek inflasi, dengan fokus pada potensi dukungan stimulus lebih lanjut dari Beijing dalam menghadapi ketegangan perdagangan yang memburuk. 

Indeks utama saham China yang terdaftar di Hong Kong naik sebanyak 3% dalam perdagangan Kamis pagi, sementara indeks acuan dalam negeri CSI 300 naik lebih dari 1%.

Presiden AS Donald Trump menaikkan bea masuk terhadap China menjadi 125%. Langkah tersebut diambil setelah China mengumumkan rencana untuk membalas dengan tarif 84% terhadap semua impor dari AS. 

Pemerintahan Trump telah membidik China secara khusus atas praktik perdagangannya dan pendekatan agresifnya terhadap rencana tarif presiden. 

Perkiraan Blomberg Economics mencatat, serangan mendadak Trump dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi China sebanyak 3%. Perdana Menteri China Li Qiang mengatakan Beijing memiliki banyak alat kebijakan untuk sepenuhnya mengimbangi guncangan eksternal.

China juga telah berjanji untuk meningkatkan konsumsi domestik karena tarif mengancam ekspor, yang berkontribusi terhadap hampir sepertiga dari ekspansi ekonomi negara itu pada tahun 2024. 

China berada di jalur penurunan harga terpanjang secara ekonomi sejak tahun 1960-an sebagai akibat dari pengeluaran yang lemah, sementara jatuhnya harga properti belum mencapai titik terendah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper