Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Tak Gentar Meski Diancam Tarif Tambahan 50% oleh Trump

Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan menuturkan, ancaman AS untuk menaikkan tarif terhadap China adalah kesalahan di atas kesalahan lainnya.
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat (AS). / Reuters-Florence Lo-illustration
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat (AS). / Reuters-Florence Lo-illustration

Bisnis.com, JAKARTA - China mengecam Amerika Serikat yang mengancam akan menaikkan tarif dan berjanji akan membalas jika Washington menindaklanjuti ancaman tersebut.

Melansir Bloomberg pada Selasa (8/4/2025), Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan menuturkan, ancaman AS untuk menaikkan tarif terhadap China adalah kesalahan di atas kesalahan lainnya, yang sekali lagi mengungkap sifat pemerasan AS. 

"Jika AS bersikeras dengan caranya sendiri, China akan berjuang sampai akhir," demikian kutipan keterangan resmi tersebut.

Kementerian Perdagangan China juga menyerukan dialog untuk menyelesaikan perselisihan dalam pernyataannya, meskipun Presiden AS Donald Trump mengatakan tentang pertemuan akan dihentikan jika Beijing tidak mengambil tindakan, tanpa menyebutkan apa yang akan diperlukan.

Tanggapan China muncul beberapa jam setelah Trump berjanji akan mengenakan pajak impor tambahan sebesar 50% kepada China kecuali negara itu menarik kembali tindakan balasannya terhadap pungutan sebelumnya. 

Reaksi langsung tersebut menunjukkan China bermaksud untuk melawan tekanan Trump, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik yang berlarut-larut.

"Retorika dari China kuat. Tanpa Trump yang mundur, investor mungkin perlu bersiap menghadapi pemisahan perdagangan antara kedua negara," kata Michelle Lam, ekonom Chiba Raya di Societe Generale SA.

Yuan dalam negeri China jatuh ke level terlemah sejak 2023 setelah bank sentral China melonggarkan cengkeramannya yang ketat pada mata uang tersebut.

Indeks saham China yang terdaftar di Hong Kong naik sebanyak 3,7% setelah hari terburuknya sejak krisis keuangan pada Senin didorong janji pemerintah untuk mendukung pasar.

Menurut seorang pejabat Gedung Putih, pungutan terbaru Trump akan menyusul bea masuk timbal balik sebesar 34% yang akan mulai berlaku pada 9 April 2025 serta pungutan sebesar 20% yang telah diterapkan awal tahun ini.

Hal ini menjadikan tarif kumulatif yang diumumkan tahun ini menjadi 104%, atau secara efektif menggandakan harga impor barang apa pun yang dikirim dari China ke AS.

Meningkatnya ketegangan meredupkan prospek panggilan kepemimpinan yang akan segera terjadi. Trump belum berbicara dengan Presiden China Xi Jinping sejak kembali ke Gedung Putih, yang merupakan masa terlama seorang presiden AS tidak berbicara dengan mitranya dari China pascapelantikan dalam 20 tahun.

Awal minggu ini surat kabar resmi Partai Komunis menerbitkan editorial yang menyatakan Beijing tidak lagi berpegang teguh pada ilusi untuk mencapai kesepakatan. Xi telah berjanji untuk meningkatkan konsumsi domestik karena tarif diperkirakan akan merugikan ekspor, sektor yang berkontribusi atas sepertiga pertumbuhan ekonomi China tahun lalu.

Ding Shuang, kepala ekonom untuk China Raya & Asia Utara di Standard Chartered, mengatakan Negeri Tirai Bambu akan membalas tarif baru AS dengan tindakan yang setara karena setiap pungutan baru AS akan menambah sedikit penderitaan bagi negara Asia tersebut.

“Dampak marjinal dari peningkatan tarif lebih jauh dari tingkat yang ada saat ini sekitar 65% akan menyusut,” katanya tentang tarif tambahan AS. 

Dia melanjutkan, sebagian besar ekspor China ke AS telah terpengaruh. Sementara itu, untuk barang-barang yang tidak sensitif terhadap harga, tarif tidak akan berhasil tidak peduli seberapa tinggi tarifnya.

Menanggapi langkah terbaru AS tersebut, kedutaan besar China di Washington mengatakan ancaman dan tekanan AS bukan cara yang tepat untuk terlibat dengan China dan negara tersebut akan membela kepentingannya.

“Langkah hegemonik AS atas nama timbal balik melayani kepentingan egoisnya dengan mengorbankan kepentingan sah negara lain dan mengutamakan Amerika daripada aturan internasional,” kata juru bicara kedutaan Liu Pengyu.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper