Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta agar pemerintah segera memitigasi fluktuasi nilai tukar rupiah yang kian melemah terhadap dolar AS.
Pada perdagangan hari ini, Selasa (8/4/2025), nilai tukar rupiah diprediksi akan bergerak melemah menyentuh level Rp17.050 per dolar AS. Rontoknya rupiah ini disebabkan oleh sejumlah sentimen yang datang dari global, utamanya kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani mengatakan bahwa pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung dunia usaha agar nilai tukar rupiah tetap stabil.
“Pemerintah harus bisa membuat langkah-langkah untuk stabilisasi nilai tukar dengan program-program kebijakan yang terukur dan pro dengan dunia usaha,” kata Ajib dalam keterangan tertulis, Selasa (8/4/2025)
Ajib menyebut pelemahan nilai tukar rupiah cenderung dipengaruhi tiga faktor. Pertama, karena faktor ekonomi global dan kebijakan Donald Trump yang menaikkan tarif pajak.
“Hal ini akan membuat konstraksi neraca dagang Indonesia-Amerika, yang pada tahun 2024 mencapai surplus lebih dari US$16 miliar,” tuturnya.
Baca Juga
Faktor kedua, tingkat keyakinan pasar global atas ekonomi Indonesia. Menurut Ajib, salah satu indikatornya adalah tekanan terhadap nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok lebih dari 9% saat perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka pada hari ini, Selasa (8/4/2025).
“Nilai kapitalisasi pasar uang yang mencapai lebih dari Rp12.000 triliun menjadi indikator paling objektif, bagaimana pasar melihat dan merespons kebijakan-kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Serta yang ketiga, faktor kebijakan ekonomi Indonesia yang menganut defisit fiskal. Alhasil, dia berpendapat bahwa pemerintah harus membuat penyesuaian kebijakan-kebijakan fiskal maupun moneter untuk memitigasi fluktuasi yang ada.
Untuk itu, Ajib menilai pemerintah bisa melakukan setidaknya empat langkah untuk memitigasi jangka pendek maupun jangka panjang, di luar kebijakan fiskal dan moneter.
Pertama, Ajib mengatakan bahwa pemerintah harus melanjutkan program optimalisasi Devisa Hasil Ekspor (DHE), sambil tetap memberikan insentif terbaik agar dunia usaha tetap berjalan dan tidak kekurangan likuiditas.
Kedua, pemerintah harus fokus dengan program orientasi ekspor dan substitusi impor. Ketiga, mendorong peningkatan nilai tambah atas komoditas-komoditas unggulan, terutama di sektor pertanian, perkebunan dan maritim.
Keempat, pemerintah harus mendorong kebijakan revitalisasi sektor padat karya dan deregulasi. “Hal ini diharapkan bisa menekan high cost economy yang membebani dunia usaha dan bisa meningkatkan daya saing,” ujarnya.