Australia
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan pengumuman Trump yang akan menerapkan tarif 10% atas barang-barang impor asal Australia merupakan "keputusan yang buruk."
Kendati demikian, Albanese menyatakan tidak akan menanggapi dengan pungutan balasan. Hanya saja, dia menyatakan tindakan Trump "bukanlah tindakan seorang teman."
Padahal, sambungnya, Australia tidak memiliki tarif atas produk-produk AS. Oleh sebab itu, pengenaan tarif atas barang Australia tidak memiliki dasar logika dan bertentangan dengan dasar kemitraan kedua tersebut.
"Keputusan hari ini akan menambah ketidakpastian dalam ekonomi global, dan akan menaikkan biaya bagi keluarga di Amerika," ujar Albanese dikutip dari Bloomberg.
Jepang
Baca Juga
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba menyebut kebijakan tarif impor yang diberlakukan AS sebagai “krisis nasional” saat Jepang bersiap menghadapi dampak ekonomi yang semakin memburuk.
Melansir Bloomberg, Jumat (4/4/2025), pernyataan ini disampaikan menjelang pertemuan darurat dengan pemimpin oposisi untuk menyusun langkah strategis menghadapi kebijakan proteksionis Washington.
Bursa saham Jepang terjun bebas untuk hari kedua berturut-turut, sementara imbal hasil obligasi pemerintah anjlok seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap perekonomian.
Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menetapkan tarif 24% untuk semua impor Jepang mengejutkan pasar dan memaksa Bank of Japan (BOJ) turun tangan untuk menenangkan gejolak keuangan.
“Ini adalah situasi yang layak disebut krisis nasional,” tegas Ishiba di parlemen. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan serangkaian langkah balasan, termasuk menerapkan tarif pembalasan atau membawa sengketa ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Meski kecewa dnegan pengumuman tarif terbaru oleh Trump, Ishiba menyatakan akan terus berupaya melakukan negosiasi ke pemerintah AS.
"Jika memang pantas untuk melakukannya, saya tidak akan ragu untuk berbicara langsung dengan Presiden Trump," tegas Ishiba.
Taiwan
Di sisi lain, Presiden Taiwan Lai Ching-te menyatakan kesiapan negaranya untuk membuka pembicaraan dagang dengan AS dengan tawaran nol tarif.
Alih-alih membalas kebijakan tarif AS dengan langkah serupa, Lai memilih jalur damai dengan menghapus hambatan dagang demi memperkuat hubungan ekonomi dan meningkatkan investasi Taiwan di negeri Paman Sam.
Langkah ini muncul setelah Presiden AS Donald Trump menetapkan kebijakan tarif impor secara luas, termasuk bagi Taiwan yang saat ini menikmati surplus perdagangan besar dengan AS dan menghadapi tarif hingga 32% atas produknya.
Namun, ekspor andalan Taiwan yakni semikonduktor tidak termasuk dalam daftar kenaikan tarif tersebut.
Dalam rekaman video usai pertemuan dengan pelaku usaha kecil dan menengah, Lai mengakui bahwa perekonomian Taiwan sangat bergantung pada perdagangan dan akan terpukul oleh kebijakan tarif baru.
“Negosiasi tarif dapat dimulai dengan 'tarif nol' antara Taiwan dan Amerika Serikat, dengan mengacu pada perjanjian perdagangan bebas AS-Kanada-Meksiko,” kata Lai seperti dikutip Reuters, Senin (7/4/2025).