Bisnis.com, JAKARTA — Penasihat Donald Trump menyatakan bahwa lebih dari 50 negara telah menghubungi Gedung Putih untuk memulai perundingan atas tarif impor Trump.
Dilansir dari Reuters, hal tersebut disampaikan oleh Direktur Dewan Ekonomi Nasional Amerika Serikat (AS) Kevin Hasset dalam wawancara dengan ABC News pada Minggu (6/4/2025).
Hasset membantah bahwa kebijakan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump sebagai cara tidak langsung untuk menekan bank sentral, yakni Federal Reserve alias The Fed, agar memangkas suku bunga.
Seperti diketahui, The Fed menahan suku bunga acuan di level 4,50%—4,75% sejak Desember 2024. Sebelumnya, sejak Juli 2023 hingga Juli 2024, suku bunga The Fed bertahan di 5,50%—5,75%.
Terpisah, dalam wawancara dengan NBC News, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menampik bahwa melorotnya pasar saham karena kebijakan tarif Trump.
Menurutnya, tidak ada alasan untuk mengantisipasi resesi berdasarkan kebijakan tarif impor.
Baca Juga
Pekan lalu, 2 April 2025, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif timbal balik yang lebih tinggi bagi puluhan negara. Setidaknya, semua negara akan dikenakan tarif impor 10% dan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan terkena tarif lebih besar.
Dikutip dari Bloomberg, Kamis (3/4/2025), pungutan baru ini bersifat tambahan terhadap tarif yang telah berlaku sebelumnya, termasuk pajak 20% terhadap barang-barang China yang terkait dengan fentanil. Selain itu, pengecualian untuk barang-barang jangka pendek juga telah dicabut.
Namun demikian, terdapat beberapa pengecualian dalam kebijakan ini. Kanada dan Meksiko tetap dikenakan tarif yang telah diumumkan sebelumnya.
Sementara itu, produk dari sektor utama seperti baja, aluminium, mobil, tembaga, farmasi, semikonduktor, dan kayu tidak termasuk dalam tarif baru ini.
Barang-barang dari sektor tersebut akan dikenakan tarif sesuai ketentuan yang telah atau akan segera ditetapkan oleh presiden.
"Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita," kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih.