Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Semen Indonesia (ASI) memperkirakan penurunan kinerja pada kisaran 25%-30% dari sisi kegiatan produksi hingga distribusi sepanjang libur Lebaran 2025. Hal tersebut sedikit banyak disebabkan kebijakan pembatasan angkutan logistik atau truk 16 hari.
Ketua Umum ASI Lilik Unggul Raharjo mengatakan pihaknya akan mematuhi kebijakan tersebut meskipun dengan konsekuensi terhadap operasional dan distribusi produk semen.
"Selama Maret ini penurunan diperkirakan 25%-30% yang disebabkan libur lebaran," kata Lilik kepada Bisnis, Selasa (25/3/2025).
Dalam hal ini, dia menuturkan dampak kebijakan pembatasan truk akan memengaruhi jumlah hari kerja efektif yang menyusut signifikan. Artinya, aktivitas logistik akan menyisakan waktu sedikit dalam bulan berjalan.
Sementara itu, kinerja keuangan industri semen pada Maret dan kuartal I/2025 diproyeksi tertekan karena volume distribusi yang turun drastis. Padahal, permintaan dari pasar masih tumbuh.
"Distribusi ke pasar tetap berjalan namun terbantu oleh rendahnya permintaan semen. Jika permintaan melonjak, risiko kekosongan stok di lapangan akan sangat tinggi," tuturnya.
Sementara itu, dari sisi distributor menghadapi bottleneck logistik lantaran keterbatasan pengiriman yang menyebabkan akumulasi stok di gudang sehingga biaya penyimpanan meningkat dan terdapat risiko penuaan bahan baku atau aging material.
Lebih lanjut, Lilik menerangkan khusus semen curah terdapat gangguan distribusi yang berpotensi menyebabkan terhentinya operasi pabrik pelanggan akibat terbatasnya kapasitas silo atau tempat penyimpanan semen sebagai buffer logistik.
"Dampak sosial terhadap armada vendor, banyak pengemudi truk mengalami penurunan pendapatan signifikan karena hari kerja yang terpangkas, dan keresahan ini telah disuarakan oleh asosiasi seperti Aptrindo," terangnya.
Di sisi lain, pasca pembatasan angkutan, terdapat potensi terjadi lonjakan beban distribusi secara tiba-tiba yang menimbulkan disparitas supply-demand, kemacetan logistik, dan peningkatan ongkos distribusi per ton karena alokasi armada yang terbatas dan backlog pengiriman.
"Kami terus memantau situasi ini dan melakukan penyesuaian operasional agar dampaknya terhadap pasar dan pelanggan dapat ditekan seminimal mungkin," pungkasnya.