Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penaikan Royalti Minerba Tetap Lanjut Kala Industri Dibayangi Tutup Tambang-PHK

Pemerintah kukuh rencana penaikan tarif royalti mineral dan batu bara tidak akan memberatkan industri pertambangan.
Mochammad Ryan Hidayatullah, Afiffah Rahmah Nurdifa
Rabu, 19 Maret 2025 | 07:36
Suasana penggalian tambang nikel milik Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara. Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Suasana penggalian tambang nikel milik Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara. Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Senior Vice President Division Head of Indonesia Mining and Minerals Research Institute (IMMRI) MIND ID Ratih Dewihandajani mengatakan, kenaikan tarif royalti minerba dapat memukul investasi sektor hilirisasi. 

"Ada dampak juga kepada kewajiban yang bersifat investasi hilirisasi itu. Jadi menggerus keekonomian daripada kewajiban kita sebagai mandat MIND ID dari pemerintah untuk hilirisasi," jelas Ratih, Senin (17/3/2025). 

Dia juga menerangkan bahwa sebagai holding pertambangan yang menjadi induk dari berbagai industri terintegrasi, rencana tersebut akan sangat menggerus profit perusahaan.

Pasalnya, kenaikan tarif royalti akan meningkatkan beban operasional rutin yang pada akhirnya disebut berisiko pada besaran pendapatan negara. Padahal, selama ini royalti sektor tambang sangat berkontribusi terhadap negara. 

"Kami merupakan bagian dari pemerintah. Namun, kami menyuarakan sebagai IMA [Indonesian Mining Association] member, terutama yang terintegrasi dari hulu ke hilir, dampak royaltinya sangat signifikan," terangnya. 

Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia mengatakan, pemerintah perlu menunda pengesahan peraturan pemerintah (PP) tentang kenaikan tarif royalti pertambangan minerba. Pihaknya meminta pemerintah kembali berdiskusi dengan berbagai stakeholder terdampak. 

"Tentu, ditundanya rencana finalisasi peraturan pemerintahnya. Kami meminta waktu untuk bisa membahas lagi sama pemerintah supaya lebih komprehensif," kata Hendra kepada wartawan. 

Menurut dia, terdapat beberapa hal yang harus dikaji ulang, yakni terkait dengan besaran tarif royalti minerba yang dinilai sudah tidak lagi kompetitif, bahkan lebih tinggi dibandingkan negara lain. 

"Kita sudah tinggi sekali [royalti] untuk beberapa komoditas dibandingkan negara-negara lain, sementara kita tadi ngomong kompetisi juga, kita bukan penguasa tunggal nih," tuturnya. 

Lebih lanjut, pemerintah juga perlu melihat berbagai kewajiban yang telah dibebankan kepada industri selama ini, sementara industri pertambangan terus memberikan penerimaan negara yang besar dalam 2 tahun terakhir. (MG Noviarizal Fernandez)

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper