Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui RPJMN 2025—2029 menyasar rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto/PDB alias tax ratio sebesar 15%, meskipun dalam dokumen itu pula Pesiden Prabowo Subianto berharap dapat mencapai 23%.
Melihat bagian Sasaran Fiskal Tahun 2025—2029 dalam Peraturan Presiden Nomor 12/2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025—2029, rasio pendapatan negara ditargetkan pada rentang 13,75%—18%.
Sementara rasio penerimaan pajak dalam arti luas, termasuk bea dan cukai, ditargetkan pada rentang 11,52%—15%.
Membandingkan dengan realisasi 2024 sebesar 10,07%, artinya dalam lima tahun ke depan penerimaan perpajakan diharapkan setidaknya mampu naik sebesar 4,93%.
Peningkatan pendapatan tersebut akan dicapai melalui optimalisasi pendapatan negara dari pajak, kepabeanan, serta cukai.
Dari sisi perpajakan, arah kebijakan berfokus pada implementasi Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax secara menyeluruh, reformasi pajak yang lebih progresif, serta penegakan hukum untuk peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Baca Juga
Pemerintah juga berencana untuk melakukan peningkatan tarif cukai hasil tembakau secara bertahap, serta penajaman insentif pajak tepat sasaran berbasis sektor dan wilayah prioritas.
Misalnya, insentif pajak diberikan pada orientasi riset dan inovasi, serta teknologi tinggi seperti semikonduktor dan energi bersih. Serta insentif untuk peningkatan investasi dan revitalisasi industri manufaktur yang bernilai tambah tinggi dan berorientasi ekspor.
Meski demikian, dalam aturan yang menjadi pedoman kerja Prabowo Subianto dalam lima tahun ke depan tersebut juga tercantum poin soal mendirikan Badan Penerimaan Negara (BPN).
Badan Penerimaan Negara muncul dalam Perpres 12/2025 itu, sebagai bagian dari strategi meningkatkan pendapatan negara.
Prabowo turut menjabarkan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Strategi itu menjadi salah satu cara untuk menciptakan kebijakan fiskal yang adaptif dan ruang fiskal yang memadai, demi mencapai sasaran visi Indonesia Emas 2045.
"Rendahnya pendapatan negara di Indonesia saat ini disebabkan masih terdapatnya kesenjangan mencakup aspek administrasi [administration gap] maupun kebijakan [policy gap] yang memerlukan transformasi tata kelola kelembagaan sebagai enabler untuk optimalisasi pendapatan negara," dikutip dari Perpres tersebut.
Adapun pada tahun ini dalam APBN 2025, pemerintah menyepakati tax ratio dikerek naik ke level 10,24% terhadap PDB.