Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) belum ada kemajuan signifikan hingga pekan terakhir Februari 2025. Sebelumnya pemerintah merencanakan penerapan pada semester II/2025.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menyampaikan saat ini pemerintah masih memantau kondisi ekonomi yang menjadi dasar pertimbangan implementasi.
“Berdasarkan Undang-Undang APBN 2025 memang dijadwalkan semester II/2025, tetapi kembali lagi pertimbangan ekonomi menjadi pertimbangan pokok,” ujarnya dalam Media Briefing, Selasa (25/2/2025).
Nirwala menyampaikan pertimbangan tersebut termasuk terkait daya beli masyarakat serta keadaan industri minuman yang akan terdampak akibat cukai MBDK.
Pada dasarnya, pemungutan cukai MBDK ini untuk mengontrol konsumsi gula tambahan dalam minuman yang masyarakat konsumsi.
Hingga akhir Februari pun, Nirwala menyampaikan pihaknya masih merencanakan agenda pertemuan dengan pihak industri minuman terdampak maupun kementerian/lembaga (K/L) terkait.
“Semua kementerian yang terkait itu juga akan diajak bicara. Kalau dari waktunya kami sampai saat ini juga belum, tunggu saja,” lanjut Nirwala.
Sebelumnya, Nirwala menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan studi banding dengan negara lain sehingga pemerintah akan menyesuaikan kebijakan yang cocok untuk Indonesia.
Salah satunya, terkait ambang batas tambahan gula yang bebas dari cukai dan yang akan dikenakan cukai. Nirwala menyampaikan hal tersebut saat ini masih menjadi pembahasan.
'Pajak dosa' minuman berpemanis itu pasalnya sudah direncanakan berlaku pada 2024 melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 76/2023 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024.
Saat itu, pemerintah mencantumkan target cukai MBDK senilai Rp4,39 triliun. Pada kenyataannya, cukai MBDK gagal diimplementasikan tahun lalu dan kini bergulir kembali pada tahun ini.