Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut, penurunan impor bahan baku/penolong sebagai salah satu komponen produksi pada awal tahun ini disebabkan melemahnya daya beli masyarakat atas produk manufaktur.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor bahan baku/penolong mencapai US$13,04 miliar pada Januari 2025 atau turun 13,11% (month-to-month/mtm) dari Desember 2024 sebesar US$15 miliar dan lebih rendah dibandingkan Januari 2024 lalu sebesar US$13,46 miliar.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin mengatakan, pelemahan nilai impor bahan baku/penolong juga menekan kegiatan produksi industri pengolahan, khususnya manufaktur.
“Menurunnya impor bahan baku/penolong pada awal tahun 2025 dipicu oleh perlambatan konsumsi dalam negeri terhadap produk industri. Dengan kata lain menurunnya impor bahan baku menekan produktivitas industri pengolahan,” kata Saleh kepada Bisnis, Kamis (20/2/2025).
Tak hanya bahan baku, impor barang modal mengalami penurunan 15,19% dari Desember 2024 senilai US$3,91 miliar menjadi US$3,32 miliar pada Januari 2025. Namun, secara tahunan, nilai impor barang modal naik dari Januari 2024 senilai US$3,26 miliar.
Di sisi lain, kondisi global sedikit banyak juga memengaruhi permintaan produk manufaktur nasional. Hal ini juga tercerminkan dari penurunan ekspor nonmigas pada Januari 2025 yang turun 8,56% secara bulanan atau senilai US$21,45 miliar.
Baca Juga
Adapun, penurunan ekspor utamanya terjadi pada komoditas sumber daya alam seperti crude palm oil (CPO) dan turunannya, batu bara, dan besi baja. Kontribusi dari ketiganya cukup besar terhadap total ekspor nonmigas yakni sebesar 28,08%.
“Faktor utama terjadinya penurunan karena dampak menurunnya harga komoditas utama tersebut,” jelas Saleh.
Di sisi lain, Saleh juga menerangkan bahwa terdapat ketidakpastian global atas terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat yang akan menerapkan kebijakan tarif dan dinilai dapat memicu perang dagang.
Hal tersebut menjadi salah satu penyebab ketidakpastian permintaan global, di samping faktor penting lainnya yang ikut mendorong sikap menunggu negara-negara utama ekspor RI.
“Kadin berharap pemerintah agar lebih meningkatkan diplomasi perdagangan dan melakukan upaya-upaya hukum untuk menghadapi tekanan negara-negara utama dunia, misalnya menangnya RI atas kebijakan diskriminatif Uni Eropa terhadap produk CPO RI,” tuturnya.
Terlebih, Saleh melihat terdapat optimisme pelaku industri untuk meningkatkan produktivitasnya karena bulan sebelumnya dihadapkan dengan terlalu banyaknya libur sehingga aktivitas industri belum sepenuhnya pulih seperti semula.
Adapun, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia kembali menguat ke level 51,9 pada Januari 2025 atau naik dari bulan sebelumnya 51,2 pada Desember 2024. Angka ini menunjukkan industri nasional dalam tahap ekspansi.
“Kadin berharap dengan momentum menguatnya PMI di awal tahun ini mendorong pemerintah untuk terus menjaga kurs rupiah agar tidak terus melemah, mendorong penyederhanaan regulasi impor serta relaksasi kebijakan pemerintah yang mendorong penurunan daya beli masyarakat,” pungkasnya.