Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPH Migas Sebut Penyerapan Gas Murah Industri (HGBT) di Bawah 80%

BPH Migas melaporkan penyerapan harga gas bumi tertentu (HGBT) belum optimal sepanjang 2024.
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melaporkan penyerapan harga gas bumi tertentu (HGBT) belum optimal sepanjang 2024. 

Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, secara rata-rata penyerapan HGBT berada di bawah 80% sepanjang 2024.

“Kemudian kami juga menemukan adanya penyaluran gas HGBT yang belum optimal. Jadi kalau secara rata-rata itu secara persentase masih di bawah 80% untuk penyerapan gas HGBT,” kata Erika dalam RDP dengan Komisi XII, Senin (10/2/2025). 

Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah telah memutuskan untuk keberlanjutan HGBT dengan harga gas yang dibagi menjadi dua jenis. Pertama, untuk PLN sebesar US$7 per MMBtu dan untuk bahan baku industri US$6,5 per MMBtu, termasuk pupuk subsidi dan tujuh subsektor industri lainnya.  

"Kenapa ini kita naikkan? Karena harga gas dunia sekarang lagi naik dan HGBT ini sebenarnya bagian dari sweetener dari negara, jadi ini pendapatan negara yang seharunya diterima oleh negara tapi untuk merangsang agar industri kita hidup," ujar Bahlil dalam Raker di Komisi XII DPR RI, dikutip Selasa (4/2/2025).  

Untuk diketahui, selain pupuk, yang menerima harga gas murah industri yaitu sektor petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet. Dia menegaskan, khusus untuk industri pupuk berorientasi ekspor, maka tidak akan diberikan HGBT. 

Sementara itu, tujuh industri lainnya yang membidik pasar ekspor tetap dapat memanfaatkan gas murah tersebut. 

Bahlil mengatakan, harga gas murah untuk industri merupakan salah satu upaya untuk memikat investasi masuk ke Indonesia. 

Hal ini pun disambut baik oleh sejumlah perusahaan asing seperti PT KCC Glass Indonesia, produsen kaca asal Korea Selatan yang resmi beroperasi di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah pada Oktober 2024. Proyek yang menelan investasi sekitar Rp12 triliun ini diproyeksikan akan menjadi perusahaan kaca terbesar se-Asia Tenggara.

“Yang saya maksudkan tadi itu yang ekspor itu yang berbentuk pupuk. Tapi kalau KCC Glass itu sudah masuk dalam tujuh perusahaan [industri] itu,” kata Bahlil.

Adapun, investasi dari pabrik KCC Glass akan menghasilkan produk kaca yang 80% dari produknya akan diekspor ke berbagai negara. Sementara itu, sekitar 20% produk KCC Glass didistribusikan untuk lokal.

Untuk itu, dia menegaskan kembali bahwa HGBT tidak diperuntukkan bagi industri pupuk yang berorientasi ekspor guna memprioritaskan pasokan dalam negeri. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper