Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rasio Pajak Terus Turun meski Dua Kali Tax Amnesty, Perlu Jurus Apa Lagi?

Rasio pajak Indonesia terus menurun meskipun pemerintah telah dua kali menggelar program pengampunan pajak atau tax amnesty.
Ilustrasi pajak. / dok. Freepik - 8photo
Ilustrasi pajak. / dok. Freepik - 8photo

Bisnis.com, JAKARTA – Rasio pajak Indonesia terus menurun meskipun pemerintah telah dua kali menggelar program pengampunan pajak atau tax amnesty.

Pada 2024, tax ratio tercatat hanya 10,08% atau lebih rendah dari realisasi tahun sebelumnya dengan tax ratio mencapai 10,31. Angka tax ratio terus turun sejak 2022 yang mencapai 10,39%.

Angka rasio pajak dapat diperoleh dengan membagi realisasi penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB). Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), PBD atas dasar harga berlaku mencapai Rp22.139 triliun pada 2024.

Sementara itu, berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelum diaudit, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.232,7 triliun pada 2024. Perinciannya, penerimaan pajak sebesar Rp1.932,4 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp300,2 triliun.

Rumus perhitungan rasio pajak yaitu: (total penerimaan perpajakan / produk domestik bruto) × 100%.

Jika kita masukkan datanya maka: (Rp2.232,7 triliun / Rp22.139,0 triliun) × 100% = 10,08%.

Baca Juga : Coretax Gangguan, Mungkinkah Penerimaan Pajak Hilang?

Artinya rasio pajak (dalam arti luas) sebesar 10,08% pada 2024. Angkanya menjadi lebih kecil apabila penerimaan kepabeanan dan cukai tidak diikutsertakan, yaitu rasio pajak dalam arti sempit, yang pada 2024 hanya sebesar 8,72%.

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa penurunan rasio pajak tersebut terjadi karena pertumbuhan ekonomi juga melambat.

BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi selama 2024 mencapai 5,03%. Angka tersebut melambat dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,05%.

Fajry menjelaskan bahwa banyak penelitian menunjukkan kinerja rasio pajak negara berkembang seperti Indonesia cenderung bersifat procyclical atau bergerak searah siklus ekonomi.

"Jadi, kalau ekonomi lebih rendah dari tahun lalu maka tax ratio-nya [rasio pajaknya] juga akan menurun lebih dalam," jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/2/2025).

Apalagi, menurutnya, kinerja penerimaan pajak 2024 lebih berat dibandingkan tahun 2023. Dia menjelaskan bahwa penerimaan PPh Badan pada 2023 masih terbantu dari adanya booming harga komoditas tahun 2022. 

Sebaliknya, kinerja korporasi 2023 yang memburuk menjadi beban kinerja penerimaan PPh Badan 2024 sehingga terkontraksi sampai 18,1%. Beruntung, jelas Fajry, penerimaan pajak tahun lalu terdorong kinerja penerimaan PPh 21 yang tumbuh 21,1%.

Oleh sebab itu, dia pun memproyeksikan rasio pajak 2025 bisa meningkatkan apabila pertumbuhan ekonomi lebih baik dibandingkan 2024. Terlebih dampak pelemahan harga komoditas sudah hilang sehingga Fajry meyakini penerimaan PPh Badan tahun ini akan tumbuh positif.

Pertanyaannya, seberapa besar? Fajry pun coba bercermin lewat kinerja penerimaan pajak pada 2022. Saat itu, ekonomi tumbuh 5,3%, lalu kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11%, dan terdapat program pengungkapan sukarela (PPS) pengemplang pajak.

Hasilnya, rasio pajak mampu naik sampai 10,39% (pajak pusat) dan 11,71% (pajak pusat dan sumber daya alam) pada 2022.

Kendati rasio pajak pada 2024 lebih rendah dari 2023, tetapi realisasinya masih dalam rentang yang pemerintah targetkan untuk tahun lalu yaitu sebesar 9,92% hingga 10,2%.  

Sementara untuk tahun ini, pemerintah menargetkan rasio pajak yang lebih tinggi yaitu mencapai kisaran 11,2% hingga 12%.

Sedangkan dalam Undang-Undang No. 59/2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025—2045 (UU RPJPN), rasio pajak ditargetkan mencapai 18%—20% pada 2045.

Secara historis, sejak Presiden Jokowi mengambil alih pemerintahan pada 2014, rasio pajak memang tidak pernah berada di atas 11%—bahkan lebih sering berada di angka satu digit. Padahal, ketika kampanye Pilpres 2019, Jokowi berjanji akan menggenjot rasio pajak hingga 12,2%.

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto sempat mengungkapkan ambisinya agar rasio pajak mencapai 16% terhadap PDB. Dia menjelaskan, rasio pajak Indonesia yang kerap berada di angka 10% tergolong kecil.

Prabowo membandingkan rasio pajak Indonesia tersebut dengan dengan sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, hingga Kamboja yang rasio pajaknya jauh lebih besar yaitu di kisaran 16%—18% terhadap PDB.

Dia mengungkapkan salah satu upaya yang bakal dilakukannya adalah melakukan efisiensi dalam pengelolaan anggaran hingga memperluas wajib pajak.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper