Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Sebut Tarif Balasan China ke Trump Bukan Eskalasi Perang Dagang

Tarif impor balasan China terhadap AS dinilai lebih sebagai langkah simbolis politik dibandingkan eskalasi perang dagang.
Bendera China. / Bloomberg-Paul Yeung
Bendera China. / Bloomberg-Paul Yeung

Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan tarif impor balasan yang dikeluarkan China terhadap Amerika Serikat (AS) dinilai bukan merupakan bentuk eskalasi dari perang dagang antara kedua negara.

Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro dan Drewya Cinantyan dalam laporannya menyebut bahwa tarif balasan yang diberikan China terhadap kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump, lebih merupakan langkah simbolis politik, bukan eskalasi perang dagang. 

Satria menjelaskan, keputusan untuk mengenakan tarif sebesar 15% terhadap impor batu bara dan liquified natural gas (LNG) AS dan 10% terhadap minyak mentah akan mempunyai dampak ekonomi yang minimal. Hal tersebut karena China mengimpor sebagian besar komoditas dari Rusia, Arab Saudi, Indonesia, Australia, dan Qatar.

"China hanya mengimpor minyak, batu bara, dan LNG buatan Amerika senilai US$21 miliar setiap tahunnya, dibandingkan dengan total impor komoditas senilai sekitar US$450 miliar," jelasnya dalam laporan tersebut, Kamis (6/2/2025).

Di sisi lain, Satria menyebut China juga dapat dirugikan secara tidak langsung, oleh tarif Trump terhadap Meksiko dan Kanada. Dia menyebut, tarif tersebut mungkin dapat menjadi “pintu belakang” penanaman modal asing asal China untuk ekspor AS.

Dia mencontohkan, tahun lalu Meksiko mengekspor suku cadang komputer senilai US$47,2 miliar ke AS, menyalip China sebagai eksportir terbesar. Meksiko juga muncul sebagai pemasok utama otomotif dan telepon pintar ke AS, dengan nilai ekspor masing-masing sebesar US$49,6 miliar dan US$10,5 miliar.

Satria melanjutkan, ekspor batu bara dan LNG Indonesia mungkin tidak dapat langsung menjadi substitusi komoditas AS yang diekspor ke China. Dia menjelaskan, AS sebagian besar mengekspor batu bara kokas (coking coal) dan LNG bernilai tinggi, yang secara fundamental berbeda dengan batu bara thermal atau gas alam Indonesia . 

"Untuk batu bara kokas berkalori tinggi, China sejauh ini telah meningkatkan impor dari Mongolia dan Rusia. Sementara itu, untuk LNG, China dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan impor dari Qatar dan Rusia," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper