Bisnis.com, JAKARTA — Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi Bambang Brodjonegoro menilai perekonomian Indonesia pada tahun ini akan sulit tumbuh lebih tinggi daripada 2024.
Bambang menjelaskan bahwa perekonomian Indonesia kerap bergantung kepada dua faktor yaitu harga komoditas global (eksternal) dan peristiwa-peristiwa besar domestik (internal). Menurutnya, dua faktor tersebut yang akan membedakan perekonomian Indonesia pada 2025 dengan 2024.
Untuk faktor harga komoditas global, Bambang melihat prospeknya akan memburuk pada 2025 terutama usai terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat periode 2025—2029.
Dia meyakini kebijakan Trump yang proteksionis akan menciptakan ekskalasi perang dagang sehingga akan mempengaruhi harga komoditas global. Aktivitas ekspor-impor Indonesia pun akan terganggu.
"Harga komoditasnya kemungkinan sulit untuk mencapai harga yang favorable [menguntungkan] buat Indonesia, apakah itu harga CPO [minyak sawit], apakah itu harga coal [batu bara], ataukah harga nikel misalkan. Jadi memang dari sisi global tidak banyak yang bisa kita harapkan" jelas Bambang dalam acara Starting Year Forum 2025, Selasa (4/2/2025).
Sementara itu dari faktor internal, ekonomi Indonesia bergantung kepada peristiwa besar seperti Lebaran, Natal, Tahun Baru, hingga pemilu dan pilkada karena mendorong konsumsi. Pada 2024, semua peristiwa besar tersebut terjadi. Sedangkan pada 2025, tidak ada pemilu dan pilkada lagi.
Baca Juga
"Artinya mesin yang mendorong pertumbuhan konsumsi yang mendominasi pertumbuhan ekonomi tidak sekuat di 2024," ungkap mantan Kepala Badan Perencana Pembangunan Nasional itu.
Menteri keuangan periode 2014—2016 itu pun memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh di kisaran 4,9% sampai dengan 5% pada 2025. Hanya saja, sambungnya, angka tersebut bergantung kepada keberhasilan dua program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yaitu makan bergizi gratis dan pembangunan 3 juta rumah per tahun.
Menurutnya, jika dieksekusi dengan baik maka makan bergizi gratis dan pembangunan 3 juta rumah per tahun akan menimbulkan efek berganda yang besar ke perekonomian sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Yang penting dua program ini harus kelihatan eksekusinya di tahun ini," jelas Bambang.