Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hindari Perang Dagang dengan Amerika, Pemerintah India Ambil Kebijakan Strategis

Pemerintah India bergerak taktis untuk meredakan tensi dagang dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Perdana Menteri India Narendra Modi duduk di belakang label negara yang bertuliskan Bharat, saat menyampaikan pidato pembukaan KTT G20 di New Delhi, India, 9 September 2023./Reuters
Perdana Menteri India Narendra Modi duduk di belakang label negara yang bertuliskan Bharat, saat menyampaikan pidato pembukaan KTT G20 di New Delhi, India, 9 September 2023./Reuters

India, khususnya, akan mengalami banyak kerugian jika terjadi perang dagang dengan Washington. Defisit perdagangan negara ini secara keseluruhan mencapai US$78,1 miliar—yang sebagian besar disebabkan oleh besarnya tagihan impor energi—dan hal ini diimbangi oleh surplus bilateral dengan AS senilai US$35,3 miliar pada tahun fiskal yang berakhir Maret lalu.

Ikatan Lebih Erat
Dalam beberapa tahun terakhir, India dan AS semakin memperkuat kerja sama di berbagai bidang, termasuk pertahanan, berbagi teknologi, dan kerja sama nuklir, seiring dengan upaya Washington menjadikan New Delhi sebagai benteng regional menghadapi China. India juga berhasil menarik investasi dari perusahaan AS seperti Apple Inc. dan Micron Technology Inc.

Namun, Trump berulang kali menyoroti hambatan perdagangan India yang tinggi serta menjanjikan penerapan tarif timbal balik terhadap negara Asia Selatan tersebut.

Keputusan Modi untuk mengurangi bea masuk atas sepeda motor kelas berat tampaknya ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan ekspor AS. Trump sebelumnya mengeluhkan perlakuan tidak adil terhadap Harley-Davidson Inc., perusahaan berbasis di Milwaukee yang selama bertahun-tahun menghadapi rezim tarif India yang kompleks.

Ketika menyatakan bahwa India "bukan raja tarif," Menteri Keuangan Tuhin Kanta Pandey menggunakan julukan yang sama seperti yang diberikan Trump pada masa jabatan pertamanya.

“Perubahan dalam struktur tarif dapat menyelesaikan, atau setidaknya menunjukkan niat untuk menyelesaikan, permasalahan yang diangkat Trump terkait India,” kata Amitendu Palit, ekonom spesialis perdagangan internasional dan investasi di National University of Singapore.

Namun, masih ada kendala antara kedua negara, termasuk kebijakan India yang terus mengimpor minyak mentah dalam jumlah besar dari Rusia—yang dikenai sanksi AS akibat invasi ke Ukraina.

Selain itu, AS tahun lalu mendakwa seorang pejabat pemerintah India atas dugaan keterlibatan dalam konspirasi pembunuhan seorang warga negara Amerika di wilayah AS. India mengklaim telah merekomendasikan tindakan hukum terhadap individu yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Salah satu risiko bagi India dalam memenuhi tuntutan Trump adalah kemungkinan munculnya tuntutan tambahan dari presiden AS tersebut, kata Palit.

“Lintasan Trump adalah jika Anda setuju dengannya sekali, Anda tidak dapat memastikan bahwa hal itu akan berakhir di situ, karena ia kemungkinan besar akan kembali meminta harga yang lebih tinggi. Itu tantangan besar,” katanya.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper