India, khususnya, akan mengalami banyak kerugian jika terjadi perang dagang dengan Washington. Defisit perdagangan negara ini secara keseluruhan mencapai US$78,1 miliar—yang sebagian besar disebabkan oleh besarnya tagihan impor energi—dan hal ini diimbangi oleh surplus bilateral dengan AS senilai US$35,3 miliar pada tahun fiskal yang berakhir Maret lalu.
Ikatan Lebih Erat
Dalam beberapa tahun terakhir, India dan AS semakin memperkuat kerja sama di berbagai bidang, termasuk pertahanan, berbagi teknologi, dan kerja sama nuklir, seiring dengan upaya Washington menjadikan New Delhi sebagai benteng regional menghadapi China. India juga berhasil menarik investasi dari perusahaan AS seperti Apple Inc. dan Micron Technology Inc.
Namun, Trump berulang kali menyoroti hambatan perdagangan India yang tinggi serta menjanjikan penerapan tarif timbal balik terhadap negara Asia Selatan tersebut.
Keputusan Modi untuk mengurangi bea masuk atas sepeda motor kelas berat tampaknya ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan ekspor AS. Trump sebelumnya mengeluhkan perlakuan tidak adil terhadap Harley-Davidson Inc., perusahaan berbasis di Milwaukee yang selama bertahun-tahun menghadapi rezim tarif India yang kompleks.
Ketika menyatakan bahwa India "bukan raja tarif," Menteri Keuangan Tuhin Kanta Pandey menggunakan julukan yang sama seperti yang diberikan Trump pada masa jabatan pertamanya.
“Perubahan dalam struktur tarif dapat menyelesaikan, atau setidaknya menunjukkan niat untuk menyelesaikan, permasalahan yang diangkat Trump terkait India,” kata Amitendu Palit, ekonom spesialis perdagangan internasional dan investasi di National University of Singapore.
Baca Juga
Namun, masih ada kendala antara kedua negara, termasuk kebijakan India yang terus mengimpor minyak mentah dalam jumlah besar dari Rusia—yang dikenai sanksi AS akibat invasi ke Ukraina.
Selain itu, AS tahun lalu mendakwa seorang pejabat pemerintah India atas dugaan keterlibatan dalam konspirasi pembunuhan seorang warga negara Amerika di wilayah AS. India mengklaim telah merekomendasikan tindakan hukum terhadap individu yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Salah satu risiko bagi India dalam memenuhi tuntutan Trump adalah kemungkinan munculnya tuntutan tambahan dari presiden AS tersebut, kata Palit.
“Lintasan Trump adalah jika Anda setuju dengannya sekali, Anda tidak dapat memastikan bahwa hal itu akan berakhir di situ, karena ia kemungkinan besar akan kembali meminta harga yang lebih tinggi. Itu tantangan besar,” katanya.