Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Asosiasi Perusahaan Pengerjaan Logam dan Mesin (Gamma) menilai kebijakan hilirisasi menjadi angin segar industri, kendati dalam 100 hari kerja pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka belum ada dukungan signifikan.
Ketua Umum Gamma Dadang Asikin mengatakan, kelanjutan hilirisasi menjadi kebijakan strategis yang mendukung tumbuhnya kinerja industri manufaktur nasional. Namun, dalam implementasinya masih perlu penyempurnaan dan optimalisasi ke hilir.
“Pelaku industri logam mesin mengharapkan dorongan untuk program hilirisasi lanjutan sampai barang setengah jadi dan barang modal,” kata Dadang kepada Bisnis, dikutip Jumat (31/1/2025).
Selama ini, hilirisasi yang terjadi masih pada produk hulu. Menurut Dadang, hilirisasi bahan baku logam seperti material carbon steel plat, stainless steel, dan bahan baku logam untuk pengecoran, sangat perlu diperluas.
Artinya, kebijakan hilirisasi perlu didukung upaya penguatan industrialisasi yang berkelanjutan. Dia menilai komoditas logam dasar dari barang tambang melalui pembangunan smelter mesti digenjot di industri pengolahan logam untuk menjadi barang barang yang mempunyai nilai tambah tinggi menjadi barang jadi ataupun barang modal.
“Kebijakan ini adalah taruhan strategis jangka panjang dan manfaatnya bergantung pada bagaimana Indonesia memanfaatkan hilirisasi untuk membangun industri yang berkelanjutan dan mandiri,” tambahnya.
Baca Juga
Dalam hal ini, dia juga menyoroti program pemerintah yang mendukung ekosistem industri harus diperhatikan pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%.
Untuk itu, pembangunan infrastruktur pedukung, regulasi dan kemudahan perizinan, sumber daya manusia, dukungan utilitas dan energi harus tetap dijaga. Dengan demikian, target investasi Rp1.400 triliun dapat terwujud.
“Target pertumbuhan 8% akan sulit dicapai jika tidak fokus ke pertumbuhan industri dan investasi di bidang industri,” tuturnya.
Di sisi lain, Dadang juga memberikan wanti-wanti kepada pemerintah untuk mengatasi sejumlah polemik di sektor hilirisasi dengan mengurangi dominasi share asing dalam kepemilikan smelter.
Kemudian, membuka pasar ekspor hasil hilirisasi ke negara lain, tidak hanya ke China, meningkatkan kontrol pemerintah terhadap harga bijih nikel domestik, agar tidak terlalu rendah, serta meningkatkan investasi dalam riset dan teknologi pengolahan nikel.
Sebelumnya, hal ini juga sempat menjadi sorotan Holding BUMN pertambangan MIND ID yang mengungkap kecemasan industri pertambangan yang sudah masif melakukan hilirisasi, sementara industri manufaktur sebagai penyerap produk hilirisasi belum berkembang.
Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengatakan, pihaknya telah berhasil mengolah berbagai komoditas tambang untuk bahan baku industri manufaktur, mulai dari bijih timah, tembaga, bauksit, hingga emas.
“Namun, kami sedikit cemas manufaktur dalam negeri belum terlalu exist yang bisa memanfaatkan bahan baku yang kita buat, kami mendukung tumbuhnya iklim manufaktur yang membuat produk jadi,” kata Hendi dalam agenda MINDialogue, Kamis (9/1/2025).