Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Kebijakan Tarif Trump ke pasar Asia, dari China hingga Indonesia

Serangkaian kebijakan Presiden AS Donald Trump terkait tarif perdagangan diperkirakan akan berdampak terhadap perekonomian negara-negara di Asia.
Aprianto Cahyo Nugroho,Rika Anggraeni
Kamis, 23 Januari 2025 | 08:12
Presiden AS Donald Trump berpidato setelah pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan sebagai Presiden ke-47 AS di US Capitol, Washington, Amerika Serikat pada Senin (20/1/2025). / Pool via Reuters-Julia Demaree Nikhinson
Presiden AS Donald Trump berpidato setelah pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan sebagai Presiden ke-47 AS di US Capitol, Washington, Amerika Serikat pada Senin (20/1/2025). / Pool via Reuters-Julia Demaree Nikhinson

Bisnis.com, JAKARTA – Serangkaian kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, terutama terkait tarif perdagangan, diperkirakan akan berdampak terhadap perekonomian negara-negara di Asia.

Donald Trump tidak langsung menerapkan tarif perdagangan usai dirinya dilantik sebagai Presiden AS. Namun tak lama setelahnya, Trump disebut  berencana menerapkan tarif kepada Kanada dan Meksiko, disusul China dan Uni Eropa.

Melansir Reuters, Kamis (23/1/2025), Trump mengatakan pemerintahannya sedang mendiskusikan pemberlakuan tarif 10% untuk barang-barang yang diimpor dari China pada 1 Februari 2025, di hari yang sama ketika ia sebelumnya mengatakan Meksiko dan Kanada dapat menghadapi pungutan sekitar 25%.

Meskipun Trump nyatanya belum menerapkan tarif sebesar yang dia janjikan pada masa kampanyenya, kebijakannya terkait tarif perdagangan global masih menimbulkan ketidakpastian yang berkepanjangan.

Head of Asia Pacific Economic & Market Analysis Citi Research Johanna Chua mengatakan kekhawatiran terbesar bagi Asia adalah ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan. Namun, risiko ini tidak sebesar dibandingkan saat masa kampanye Trump.

“Ketika Trump berkampanye, dia sangat agresif terhadap China. Begitu dia menang, Anda akan menyadari bahwa dia menang sebagian besar karena biaya hidup, inflasi, dan karena perbatasan serta imigrasi,” ungkap Johanna kepada Bisnis, Rabu (22/1/2025).

Johanna memperkirakan untuk saat ini Trump tidak akan menerapkan tarif menyeluruh terhadap semua negara, bahkan hingga mencapai tarif 60% seperti yang Trump gaungkan saat kampanye.

Johanna mengatakan kebijakan yang akan diambil Trump dalam kepemimpinan di periode kedua tidak akan seagresif saat dia menjabat di periode pertama. Hal tersebut memberikan sedikit ruang bagi pasar, terutama di Asia.

“Terlepas dari semua pembicaraan dan fakta bahwa dia sangat agresif dalam Trump 1.0, ada semacam batasan seberapa jauh dia bisa melangkah saat ini. Dan hal itu, di satu sisi, memberikan sedikit kelegaan dibandingkan sebelumnya,” jelasnya.

Meskipun tidak akan seagresif seperti yang dikampanyekan, Johanna mengungkapkan kebijakan tarif perdagangan AS masih akan bersifat asimetris, yang berarti China masih akan mengalami kenaikan tarif yang lebih besar dibandingkan negara-negara lain.

Oleh karena itu, ada peluang bagi China untuk lebih banyak diversifikasi rantai pasokan dengan strategi China Plus One. Hal ini membuka peluang bagi sejumlah negara-negara di Asean yang dapat mendapatkan keuntungan dari sana.

“Untuk Asean pada 2025, tentu saja sebelumnya ada diversifikasi ke Vietnam, Malaysia diperkirakan akan mendapat keuntungan dari investasi belanja modal dari strategi China Plus One ini,” jelasnya.

Dampak ke Indonesia

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) memandang langkah Trump yang menunda pengenaan tarif bea masuk produk China membuka peluang bagi perdagangan Indonesia.

Ketua Umum GPEI Benny Soetrisno mengatakan bahwa penundaan tersebut merupakan lampu hijau bagi Indonesia.

“Trump belum mengenakan kenaikan bea masuk China ke AS, itu sebetulnya ada semacam lampu hijau terhadap kita,” kata Benny saat ditemui di Kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (22/1/2025).

Dia menjelaskan jika AS tidak mengenakan bea masuk ke China, maka ini menandakan mesin industri berjalan dan membutuhkan energi. Alhasil, ekspor batu bara Indonesia dipastikan bakal terkerek.

“Kalau China tidak dikenakan oleh Amerika bea masuk naik, berarti engine industry jalan dan itu butuh energi, maka ekspor batu bara kita pasti naik,” ungkapnya.

Menurut Benny, jika Trump menunda pengenaan tarif bea masuk produk China, maka ekspor Indonesia ke China akan tumbuh. Di mana, minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara akan menjadi komoditas penyumbang ekspor.

Di sisi lain, jika Trump mengenakan tarif bea masuk produk China, maka ada peluang Indonesia untuk masuk ke pasar AS. Di mana, manufaktur, elektronik, pakaian jadi, hingga furnitur dari Indonesia akan membanjiri pasar AS.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper